Aku sudah lupa penuhnya metro di kota Paris. Sengatan berbagai bau tubuh manusia. Dengungan suara dalam berbagai bahasa. Setiap detailnya terasa baru. Padahal aku sudah 10 tahun menjadi penghuni sini. Dulu metro bagian dari keseharianku: Metro - Boulot - Dodo. (metro-kerja-tidur)
Semuanya berhenti setengah tahun lalu, saat aku menjadi lumpuh. Jiwa dan Raga. Bidadari kecilku pergi memilih Ilahi dibandingkan Ibunya. Penyakit yang belum bisa disembuhkan. Kuasa apa aku?
Namun hari ini cerah. Tekadku bulat, sudah terlalu lama mendekam di rumah. Semalam anaku berbisik dalam buai mimpi "Bangunlah Mama. Aku tidak bisa menjadi bintang karena melihatmu berduka". Dan ku kenakan rok terbaikku. Warna hitam berganti jingga. Sejingga sinar matahari musim panas.
Tapi warna hatiku kemudian berkhianat. Jingga berubah menjadi unggu, lalu abu-abu, dan kembali menghitam. Tatap mata anak perempuan di hadapanku pemicunya. Rambutnya yang keriting, matanya yang biru dan hidung peseknya. Anak campuran. Mirip sekali anakku. Demi Tuhan!
Tanganku terjulur. Dia membalas dan tersenyum. Orang tuanya juga. Sesaat kemudian metro berhenti. Orang tuanya bergerak hendak turun. Tanpa ku kehendaki tanganku semakin keras mengenggam jari mungilnya. Orang tuanya protes. Dia menjerit. Gerbong menjadi riuh. Aku tak peduli.
Aku terus mengenggamnya.
Ijinkan 10 menit lagi saja.
Tolong....
Showing posts with label CERPEN dan CERBUNG. Show all posts
Showing posts with label CERPEN dan CERBUNG. Show all posts
Saturday, June 22, 2013
Monday, April 25, 2011
Midnigth Visit
Ibuku terkesan orangnya tidak perduli. Tapi menurutku dialah orang yang paling tajam indranya pada anak anaknya. aku yakin, sampai akhir hayatnya akan begitu.
¤
Saat aku kelas 5 SD, hanya dari sedikit gerakanku, dia tahu aku mens yang pertama.
Kelas 2 SMP, hanya dari pipiku yang merona dan senyum yang lebih lebar dari biasanya, dia tahu aku punya cinta monyet.
Namun dia hanya sekali menegurku karena menyontek. Itupun di duga hanya dari perilakuku yang cemas setelah pulang ujian.
¤
Kini aku sedang berpandangan mesra dan bibir pacarku sebentar lagi mendarat di bibirku. Kami hanya sendiri di ruang tamu ini. Semua orang sedang pergi. Tanteku menginap ke rumah adiknya untuk berbagi kesedihan atas meninggalnya ibuku 3 minggu lalu.
Tiba-tiba, listrik mati. Gelap. Saat tangan pacarku hendak mengerayangi tubuhku yang sejak tadi sudah takluk, terdengar bunyi keras sekali. Pompa air meraung menstarterkan diri. Pompa yang hanya bekerja bila ada listrik. Aku tersadar, ku jauhkan tubuh pacarku.
Itu pasti ibuku!
Rupanya keyakinanku salah. Dia tidak hanya mengawasi sampai akhir hayat melainkan setelahnya juga. Hanya satu tanyaku: Bagaimana dia bisa tahu pacarku adalah suami orang?
¤
Saat aku kelas 5 SD, hanya dari sedikit gerakanku, dia tahu aku mens yang pertama.
Kelas 2 SMP, hanya dari pipiku yang merona dan senyum yang lebih lebar dari biasanya, dia tahu aku punya cinta monyet.
Namun dia hanya sekali menegurku karena menyontek. Itupun di duga hanya dari perilakuku yang cemas setelah pulang ujian.
¤
Kini aku sedang berpandangan mesra dan bibir pacarku sebentar lagi mendarat di bibirku. Kami hanya sendiri di ruang tamu ini. Semua orang sedang pergi. Tanteku menginap ke rumah adiknya untuk berbagi kesedihan atas meninggalnya ibuku 3 minggu lalu.
Tiba-tiba, listrik mati. Gelap. Saat tangan pacarku hendak mengerayangi tubuhku yang sejak tadi sudah takluk, terdengar bunyi keras sekali. Pompa air meraung menstarterkan diri. Pompa yang hanya bekerja bila ada listrik. Aku tersadar, ku jauhkan tubuh pacarku.
Itu pasti ibuku!
Rupanya keyakinanku salah. Dia tidak hanya mengawasi sampai akhir hayat melainkan setelahnya juga. Hanya satu tanyaku: Bagaimana dia bisa tahu pacarku adalah suami orang?
Wednesday, April 13, 2011
SAAT KEHIDUPAN DAN KEMATIAN BERJABAT TANGAN
Saskia bergerak masuk ke salah satu ruangan di rumah sakit berdinding putih. Dani, suaminya, menopangnya dengan segenap kekuatan tubuhnya. Tujuan mereka: Ruang bersalin. Dibelakang mereka, berderet 2 suster dan satu orang dokter.
Dani tersenyum memandang istrinya yang tengah meringis kesakitan sambil memaki-maki
"Dasar laki-laki sialan! Lihat betapa sakitnya aku sekarang, hanya untuk melahirkan anakmu!" Dan berbagai makian lainnya, sambil sesekali pukulan tangan istrinya ke tubuhnya. Dani tetap tersenyum karena dia tahu Saskia semata sedang menahan sakit, sebetulnya hatinya sama bahagianya dengan dirinya. Sebentar lagi mereka akan menimang anak pertama wujud cinta mereka.
Diantara jerit kesakitan, Saskia mengingat masa-masa pertemuan mereka, berseling janji yang mereka ucapkan didepan penghulu. Tak lupa berbagai janji sehidup semati, rencana mereka membentuk keluarga kecil bahagia. Diantara jeritannya, Saskia merasakan bahagia. Sebentar lagi mereka punya bayi. Pasti Dani bahagia Begitu pikirnya.
Dani memang sungguh bahagia. Mungkin bahagia bukan kata yang tepat, yang dirasakannya jauh lebih dari itu. Inilah saatnya dia merasa lengkap. Saskia merupakan istri keduanya, yang hadir disaat dia sudah mulai tidak percaya cinta. Perkawinan pertamanya yang berakhir dengan penuh benci merupakan penutup dari tahun-tahun hidup di neraka. Saskia begitu berarti baginya. Lalu digengamnya tangan istrinya yang masih saja menjerit kesakitan.
Tiba-tiba sebuah alarm yang terhubung dengan tubuh istrinya berbunyi. Suster dan dokter bergerak mendekat. Menganalisa dan kemudian sang dokter berkata
"Ini harus dioperasi. Kondisi bayinya sudah terlilit usus pada lehernya. Posisinya pun kurang menguntungkan"
Lalu seluruh orang di ruangan itu bergerak menyiapkan ini-itu. Saskia sudah mulai berkurang jeritnya setelah disuntik obat bius. Sedang Dani hanya termangu. Dia diminta keluar
Diluar, langkah kakinya mondar mandir. Diserang perasaan yang begitu kuat. antara lebih-daripada-bahagia dengan cemas-luar-biasa. Dia membayangkan bisa Saskia hadir dengan anak mereka. Dia juga membayangkan Saskia yang tidak berhasil melampaui operasi itu dan pergi membawa cinta dalam hidupnya. Otaknya bekerja, menghayal secara keras. Jantungnya berdetak tak terkendali memompakan aliran darah yang semakin lama semakin keras. Dan semakin cepat. Sampai akhirnya, dunianya gelap.
Dani tidak tahu bila tubuhnya dibawa ke ruang gawat darurat. Saskia juga tidak tahu itu karena dia juga sedang berada di ruang kegelapan, lorong tanpa cahaya. Saat obat bius bekerja, anaknya berhasil keluar dari perutnya. Anak laki-laki yang menangis keras. Buah cinta yang bahagia.
Beberapa jam kemudian, Saskia sadar. Ditangannya tergeletak bayi mungil merah.
"Selamat datang sayang" Senyumnya mengembang. Dia merasa berada di sebuah padang indah, penuh bunga dengan langit biru yang disambangi berbagai burung bersuara indah.
Mereka menunggu kehadiran Dani. Mereka pikir Dani sedang berada diluar ruangan, dan bila lama sedikit belum datang, itu karena dia sedang minum kopi di kantin.
Mereka tidak tahu bahwa Dani masih berada di sebuah lorong panjang. Dokter belum memberi tahu mereka bila Pembuluh darah di tubuh Dani beberapa pecah karena tidak kuat menahan aliran yang begitu kuat. Saat jantung tak tahan pada suatu emosi yang terlalu tinggi.
Dani melihat sebuah cahaya diujung lorong itu. Dia mencari anaknya dan istrinya tapi tak dijumpanya juga. Malahan ada beberapa tangan berusaha memanggilnya: Papa, Teman karib SMAnya, Tetangganya yang gemuk pendek. Orang-orang yang sudah lama mati.
"Mari Dani, bergabunglah bersama kami" Ajak mereka. Herannya suara mereka begitu mendayu merdu, seolah menjanjikan kehidupan yang jauh lebih indah dari yang dia bayangkan baru saja. Saat mengenggam istrinya yang berjuang melahirkan tadi. Akhirnya, dia tersadar bahwa anak dan istrinya tidak ada di sini. Mereka hidup. Dia ingin pergi melarikan diri dari situ. Tapi lorong gelap tempat dia datang tadi telah lenyap. Tidak ada pilihan lain, maka Dani pun hanya bisa tersenyum. Paling tidak anak dan istrinya dikaruniai hidup. Semoga mereka berbahagia, bisiknya.
Saskia berkata pada anaknya
"Sayang, mama bocorkan sebuah berita sambil menunggu ayahmu. Kamu, kami namai Nugroho karena kamu adalah anugrah"
Mereka terus menunggu, sampai dua jam kemudian, seorang dokter muncul dan berkata
"Dengan berat hati dan bela sungkawa yang mendalam, suami Anda tidak berhasil kami selamatkan. Dia meninggal pukul 18.30 WIB akibat pecahnya pembuluh darah. Nyonya, kami sudah melakukan segala yang terbaik yang kami bisa. Tapi nyawanya tak tertolong" Suara dokter itu bergetar hebat.
Saskia terkesima. Tak percaya. Dipeluknya anaknya erat-erat. Buah cinta dari cintanya yang pergi tanpa pamit.
Dia masih saja tak sadar, meski selalu berpura-pura menjawab seadanya saat ucapan-ucapan itu datang sampai waktu yang lama
-Selamat atas kelahiran Nugroho. Turut berduka cita atas meninggalnya suamimu-
-Semoga Nugroho jadi anak yang baik dan soleh. Semoga Dani diterima disisi Nya-
-Tabahkan hatimu. Dan sekali lagi, selamat atas kelahiran putramu. He is cute. He looks like his father-
***Damn! ini kisah nyata***
Dani tersenyum memandang istrinya yang tengah meringis kesakitan sambil memaki-maki
"Dasar laki-laki sialan! Lihat betapa sakitnya aku sekarang, hanya untuk melahirkan anakmu!" Dan berbagai makian lainnya, sambil sesekali pukulan tangan istrinya ke tubuhnya. Dani tetap tersenyum karena dia tahu Saskia semata sedang menahan sakit, sebetulnya hatinya sama bahagianya dengan dirinya. Sebentar lagi mereka akan menimang anak pertama wujud cinta mereka.
Diantara jerit kesakitan, Saskia mengingat masa-masa pertemuan mereka, berseling janji yang mereka ucapkan didepan penghulu. Tak lupa berbagai janji sehidup semati, rencana mereka membentuk keluarga kecil bahagia. Diantara jeritannya, Saskia merasakan bahagia. Sebentar lagi mereka punya bayi. Pasti Dani bahagia Begitu pikirnya.
Dani memang sungguh bahagia. Mungkin bahagia bukan kata yang tepat, yang dirasakannya jauh lebih dari itu. Inilah saatnya dia merasa lengkap. Saskia merupakan istri keduanya, yang hadir disaat dia sudah mulai tidak percaya cinta. Perkawinan pertamanya yang berakhir dengan penuh benci merupakan penutup dari tahun-tahun hidup di neraka. Saskia begitu berarti baginya. Lalu digengamnya tangan istrinya yang masih saja menjerit kesakitan.
Tiba-tiba sebuah alarm yang terhubung dengan tubuh istrinya berbunyi. Suster dan dokter bergerak mendekat. Menganalisa dan kemudian sang dokter berkata
"Ini harus dioperasi. Kondisi bayinya sudah terlilit usus pada lehernya. Posisinya pun kurang menguntungkan"
Lalu seluruh orang di ruangan itu bergerak menyiapkan ini-itu. Saskia sudah mulai berkurang jeritnya setelah disuntik obat bius. Sedang Dani hanya termangu. Dia diminta keluar
Diluar, langkah kakinya mondar mandir. Diserang perasaan yang begitu kuat. antara lebih-daripada-bahagia dengan cemas-luar-biasa. Dia membayangkan bisa Saskia hadir dengan anak mereka. Dia juga membayangkan Saskia yang tidak berhasil melampaui operasi itu dan pergi membawa cinta dalam hidupnya. Otaknya bekerja, menghayal secara keras. Jantungnya berdetak tak terkendali memompakan aliran darah yang semakin lama semakin keras. Dan semakin cepat. Sampai akhirnya, dunianya gelap.
Dani tidak tahu bila tubuhnya dibawa ke ruang gawat darurat. Saskia juga tidak tahu itu karena dia juga sedang berada di ruang kegelapan, lorong tanpa cahaya. Saat obat bius bekerja, anaknya berhasil keluar dari perutnya. Anak laki-laki yang menangis keras. Buah cinta yang bahagia.
Beberapa jam kemudian, Saskia sadar. Ditangannya tergeletak bayi mungil merah.
"Selamat datang sayang" Senyumnya mengembang. Dia merasa berada di sebuah padang indah, penuh bunga dengan langit biru yang disambangi berbagai burung bersuara indah.
Mereka menunggu kehadiran Dani. Mereka pikir Dani sedang berada diluar ruangan, dan bila lama sedikit belum datang, itu karena dia sedang minum kopi di kantin.
Mereka tidak tahu bahwa Dani masih berada di sebuah lorong panjang. Dokter belum memberi tahu mereka bila Pembuluh darah di tubuh Dani beberapa pecah karena tidak kuat menahan aliran yang begitu kuat. Saat jantung tak tahan pada suatu emosi yang terlalu tinggi.
Dani melihat sebuah cahaya diujung lorong itu. Dia mencari anaknya dan istrinya tapi tak dijumpanya juga. Malahan ada beberapa tangan berusaha memanggilnya: Papa, Teman karib SMAnya, Tetangganya yang gemuk pendek. Orang-orang yang sudah lama mati.
"Mari Dani, bergabunglah bersama kami" Ajak mereka. Herannya suara mereka begitu mendayu merdu, seolah menjanjikan kehidupan yang jauh lebih indah dari yang dia bayangkan baru saja. Saat mengenggam istrinya yang berjuang melahirkan tadi. Akhirnya, dia tersadar bahwa anak dan istrinya tidak ada di sini. Mereka hidup. Dia ingin pergi melarikan diri dari situ. Tapi lorong gelap tempat dia datang tadi telah lenyap. Tidak ada pilihan lain, maka Dani pun hanya bisa tersenyum. Paling tidak anak dan istrinya dikaruniai hidup. Semoga mereka berbahagia, bisiknya.
Saskia berkata pada anaknya
"Sayang, mama bocorkan sebuah berita sambil menunggu ayahmu. Kamu, kami namai Nugroho karena kamu adalah anugrah"
Mereka terus menunggu, sampai dua jam kemudian, seorang dokter muncul dan berkata
"Dengan berat hati dan bela sungkawa yang mendalam, suami Anda tidak berhasil kami selamatkan. Dia meninggal pukul 18.30 WIB akibat pecahnya pembuluh darah. Nyonya, kami sudah melakukan segala yang terbaik yang kami bisa. Tapi nyawanya tak tertolong" Suara dokter itu bergetar hebat.
Saskia terkesima. Tak percaya. Dipeluknya anaknya erat-erat. Buah cinta dari cintanya yang pergi tanpa pamit.
Dia masih saja tak sadar, meski selalu berpura-pura menjawab seadanya saat ucapan-ucapan itu datang sampai waktu yang lama
-Selamat atas kelahiran Nugroho. Turut berduka cita atas meninggalnya suamimu-
-Semoga Nugroho jadi anak yang baik dan soleh. Semoga Dani diterima disisi Nya-
-Tabahkan hatimu. Dan sekali lagi, selamat atas kelahiran putramu. He is cute. He looks like his father-
***Damn! ini kisah nyata***
Saturday, September 18, 2010
Teman Tidur
Dina tersenyum dihadapanku, sambil matanya berbinar menyelidik, dia melontarkan pertanyaan mengenai masa kuliah suaminya. Aku memang dulu mengenyam pendidikan yang sama dengan Bagus, pendamping hidupnya sejak 5 tahun yang lalu. Katanya ini cuma sebuah permainan, sambil menunggu yang lainnya datang. Dia tahu Bagus selalu dikelilingi wanita, terutama bila statistik mahasiswi jauh lebih banyak dari pada mahasiswa. Pembicaraan empat mata pertama kali dengannya.
Aku kenal Dina pertama kali beberapa bulan sebelum pernikahannya. Ke-duakali, aku datang bersama suami dan anakku ke perkawinan mereka. Lalu, aku pindah kota. Kami tidak pernah dekat, meski tiga kali aku pernah menyumbang untuk yayasan sosial yang dipimpinnya. Bagus sepertinya lebih senang begini.
Dina mulai menyebutkan nama.
Sarah. Katanya, seperti dugaanku. Sosok yang diperebutkan banyak pria. Bagus selalu membanggakan hubungan mereka yang hanya terjalin beberapa bulan.
Aku menunggu nama Hanni disebut. Tetapi tidak. Padahal Bagus mencumbunya bertahun tahun. Tidak ada yang tahu, selain aku. Nyatanya sampai saat ini.
Rani? tanyaku. Semua orang tahu bahwa Bagus sempat menghabiskan banyak waktu bersamanya. Rumor menyatakan bahwa mereka sempat bermain api. Dina hanya cemberut.
Orang orang mulai tampak berdatangan. Aku lalu memanfaatkan waktu yang tinggal semenit untuk bertanya tentang siapa yang masih dekat sampai sekarang. Sarah. Lagi. Dia selalu memilih Dina untuk menyelenggarakan kegiatan amal kantornya. "Mantannya donatur yang baik" Katanya mengerling
Gantian, ada rasa yang mengelitik hatiku. Memancing senyum. Miris. Ironis. Sepertinya permainan ini menyisakan satu hal: dia tidak tahu kalau dulu aku pernah jadi teman tidur suaminya. Kepadakulah, kata perjaka pergi dari dirinya.
Aku kenal Dina pertama kali beberapa bulan sebelum pernikahannya. Ke-duakali, aku datang bersama suami dan anakku ke perkawinan mereka. Lalu, aku pindah kota. Kami tidak pernah dekat, meski tiga kali aku pernah menyumbang untuk yayasan sosial yang dipimpinnya. Bagus sepertinya lebih senang begini.
Dina mulai menyebutkan nama.
Sarah. Katanya, seperti dugaanku. Sosok yang diperebutkan banyak pria. Bagus selalu membanggakan hubungan mereka yang hanya terjalin beberapa bulan.
Aku menunggu nama Hanni disebut. Tetapi tidak. Padahal Bagus mencumbunya bertahun tahun. Tidak ada yang tahu, selain aku. Nyatanya sampai saat ini.
Rani? tanyaku. Semua orang tahu bahwa Bagus sempat menghabiskan banyak waktu bersamanya. Rumor menyatakan bahwa mereka sempat bermain api. Dina hanya cemberut.
Orang orang mulai tampak berdatangan. Aku lalu memanfaatkan waktu yang tinggal semenit untuk bertanya tentang siapa yang masih dekat sampai sekarang. Sarah. Lagi. Dia selalu memilih Dina untuk menyelenggarakan kegiatan amal kantornya. "Mantannya donatur yang baik" Katanya mengerling
Gantian, ada rasa yang mengelitik hatiku. Memancing senyum. Miris. Ironis. Sepertinya permainan ini menyisakan satu hal: dia tidak tahu kalau dulu aku pernah jadi teman tidur suaminya. Kepadakulah, kata perjaka pergi dari dirinya.
Tuesday, September 7, 2010
Jasa Peramal Jodoh
Senja masih muda. Matahari baru saja beranjak pergi ke peraduannya. Reni terbaring dengan kaki digoyang gelisah. Tangannya tak henti melinting poninya yang sudah dari tadi kusut. Dia sedang di apartemen Lara, sahabatnya yang sudah dekat sejak 8 tahun lalu, sampai mereka saling memanggil 'teman tua'
« Sudahlah. Nggak usah terlalu dicemaskan » hibur Lara
« Maunya sih. Tapi gue cemas banget nih! Pasti tu bokap gue pake kesempatan ini buat ngocehin gue macam-macam. Mana gue nggak boleh ngomong sama Tante Leni lagi »
« Wah tumben percaya banget sama peramal hehe »
« Ah lo juga kan... Udah sampe mana tuh treatment yang lo jalanin. Gimana, udah belum dimandiin pake air kembang? »
« Sialan lo. Malah ngeledek. Iya sih. Parah tuh Tante Leni. Hidup kita jadi aneh gini. Gue sih udah ngomong sama eyang gue. Katanya minggu depan pas tanggal jawa bagus. Hmm »
Lara sekarang yang giliran mendesah. Sebenarnya mereka berdua bukanlah jenis orang yang dekat dengan dunia paranormal apalagi mempercayainya. Mereka selalu berhasil menolak ajakan teman-teman lajang di kampus maupun di tempat nongkrong, yang sering mengatakan bahwa perempuan yang sudah diatas 30 tahun dan masih jomblo, biasanya memiliki 'dosa' di tubuhnya. Dosa itu harus dibersihkan agar badan tidak 'kotor' dan jodoh jadi mendekat. Mereka berdua hanya menertawakan hal itu. Para paranormal pasti hanya mencari rejeki dari orang orang yang sedang resah oleh desakan lingkungan. Lagipula, kalau jodoh belum datang, apa salahnya jadi jomblo? Toh setiap hal selalu ada sisi positifnya. Paling tidak yang namanya single, punya kebebasan lebih banyak.
Tante Leni di datangi oleh Lara 3 bulan lalu. Lara terjebak teman fitnessnya yang meminta dengan sangat supaya ditemani, dengan alasan tempat Tante ini dekat, sekalian menunggu kelas gym berikutnya. temannya berpromosi, bila kemampuan ramal kartu tante ini menakjubkan. Paling tidak begitu beberapa orang di kantornya bercerita.
Sampai di sana, Lara yang tadinya hanya duduk disamping sahabatnya yang sedang diramal, akhirnya tertarik mencoba garis nasibnya dibaca.
« Kok bisa lo ikutan? » Tanya Reni dua hari setelahnya kepada Lara
« Abis ajaib banget. Itu tante bisa tau kalo sohib gue itu nggak pernah sholat. Nggak akur sama ibunya. Padahal dia belum cerita apa apa. Jadi gue pikir, kenapa nggak sekalian. Toh cuman di baca kartu doang. Lagipula kelihatannya si Tante ini bukan paranormal 'tukang peres'. Nggak ada tuh yang disuruh mandi kembang, kirim bunga ke kuburan atau apakek »
« Hehe. Yah, bikin penasaran juga ye »
« Iye. Nah problemnya, gue pikir gue cuman di suruh sholat kayak temen gue. Kan gampang tuh. Gue kan emang nggak terlalu terikat sama upacara gitu. Mending jalan Islam lah »
« Iye elo gitu lho. Tahun baruan aja malah ke pesantren! Haha »
« Nah. Ini malah gue disuruh mandi kembang! Gue sekarang lagi mikir berat nih. Gue jalanin apa nggak. Kata si tante, gue musti mendekat sama akar gue. Di keluarga gue ada yang punya kemampuan spiritual lebih. Itulah yang bikin gue kaget! Kan eyang gue benernya sudah nawarin itu ke gue dari lama tapi gue cuekin. Terus, itu tante pembukaannya aja langsung bilang kalo gue berdarah biru! Gila! Gue kan paling anti tuh ketahuan. Jaman modern gini »
« Hah! Lo orang keraton emangnya? »
« hehehehe... iye. Nyokap gue turunan langsung salah satu pangeran di keraton Yogya »
« Hah! Jangan bilang gue lo, kalo lo keturunan yang lingkupnya di dalam lingkaran keraton?! »
« hehe... iya... gelar nyokap gue Raden Ajeng»
Selanjutnya, bisa di tebak. Reni beralih merengek-rengek agar di ajak ke tempat Tante Leni itu. Perasaannya tergelitik. Dia ingin tahu jenis ramalan yang diperuntukkan baginya. Apalagi saat itu sebenarnya dia punya projek: mencoba mendapatkan calon suami dari benua lain, yang kulitnya berwarna putih.
Reni tidak bisa melupakan saat saat itu. Tante Leni memainkan kartunya. Pembukaannya persis sama dengan ringkasan hidupnya. Berbagai pria pergi, yang semuanya Renilah yang memutuskan. Kata Tante mereka memang bukan jodohnya, selalu ada perselisihan yang sangat prinsip. Lanjutan ramalan, semakin membuat Reni terbelalak. Dia sengaja tidak bercerita banyak kepada Tante, tetapi kartunya bisa mengungkap hal yang penting dan pribadi. Dalam hati Reni juga berdebar karena ada ketakutan dia akan disuruh mandi bunga atau sholat. Keduanya bukan hal yang sanggup menarik minatnya.
« Engkau akan berhubungan dengan orang jauh. Dari Sumatra atau mungkin luar negeri » « Hubungan kalian akan pakai surat dan pos »
« Email termasuk kali ya Tante » Ingatannya melayang kepada pacarnya sekarang yang berada di Amerika, ribuan kilometer jauhnya. Hebat nih tante, batinnya. « Bakal lanjut serius nggak Tante? » tanyanya gusar.
« Bisa. Tapi ada satu hambatan. Dalam dirimu »
Dukces! Jantung Reni serasa meloncat. Inilah 'moment of the truth' yang mengarahnya pada sebuah titah yang harus dilakoninya.
« hmm. Kalo aku musti ngapain tante? »
« Kamu punya ganjalan nih, hubunganmu dengan ayahmu penuh amarah. Kamu musti sujud di depannya. Dia duduk, kamu sungkem. Kamu cuci kaki ayahmu dengan air bersih. Nanti airnya kamu minum sedikit dan kamu harus dengarkan apa yang dia katakan. Waktunya harus di tengah malam... Gimana, ngerti nggak? Karena restu orang tua itu hal yang nggak bisa ditawar»
« Hmm... ngerti Tante... eeee.... » Reni hilang kata.
Saat Tante sempat menanyakan mandi kembang bagi Lara, pikiran Reni sudah berkelana kemana-mana. SUNGKEM KEPADA PAPA? Ini jauh lebih parah daripada harus mandi bunga atau pun sholat dan berpuasa.
Papa.... Gumamnya dalam hati
Papa bagi Reni bukan sosok orang tua yang biasa. Sosok orang tuanya yang satu ini sulit didefiniskan olehnya. Disatu waktu ayahnya tampak sayang padanya, di lain waktu perilakunya sering membuat Reni merasa dikhianati. Dia tidak pernah bisa memaafkan saat papanya menjalin affair yang sempat membuat mamanya sakit sakitan. Setelah itu berlalu, ada saja yang dilakukan papanya itu. Judi, Alkohol seperti lupa pada keluarga. Meski sekarang papanya sudah insaf dan menunjukkan itikadnya untuk hidup lurus, Reni tetap tidak bisa berdamai. Tidak pula saat mamanya pergi ke Ilahi, tidak pula sekarang.
Tanpa perlu dibahaspun, kedua orang ini saling tahu bahwa mereka memendam emosi. Reni marah secara tertahan kepada sang ayah. Sang ayah mengetahui tetapi seakan akan tidak tahu bagaimana harus membawanya ke suasana dialog. Dan memang begitulah yang terjadi.
Selama ini Reni selalu menghindari kontak pribadi dengan papanya. Saat mereka bersama di depan televisi atau meja makan, pembicaraan lebih bersifat global macam politik dan ekonomi. Hanya sesekali papanya menasehatinya untuk lebih serius mencari jodoh, karena umurnya sudah 'tinggi'. Tetapi Reni hanya mendengus. Orang ini bukan orang yang tepat untuk menasehatiku lagi, bisik kepada dirinya marah.
Begitulah sifat hubungan mereka selama bertahun-tahun sampai kartu Tante berbicara. Sampai Reni mempercayainya dan takut atas kemungkinan buruk yang terjadi bila tidak dilaksanakannya. Dia mulai mencintai pacar jauhnya dan berharap banyak pada hubungan mereka.
Di hari yang sama dengan pembicaraan gelisahnya dengan Lara. Reni bertanya kepada papanya dengan canggung, tentang kesediaannya menjalankan ritual sungkem ini. Tak dinyana, orang tua itu menyambutnya dengan bersemangat.
« iya. Kenapa tidak?! Nanti kamu siapin aja ya »
Sungguh reaksi yang membuat Reni gelisah berat dan langsung meluncur ke apartemen Lara. Dia sudah membayangkan akan adanya sebuah pidato yang tidak bisa dibantahnya. Dia tidak akan terima bila ada perkataan yang nantinya hanya akan menambah marahnya. Orang tua patriakan itu. Jelas jelas dia akan memanfaatkan situasi ini. Dia pernah bicara kalau orang tua tidak penah salah. Bah. Umpatnya dalam hati
Kembali dari tempat Lara, beberapa jam kemudian, saat senja sudah pergi dan bulan bersinar diatas langit. Tengah malam. Reni menjinjing baskom yang berisi sedikit air Aqua. Sudah disiapkannya sebuah bangku di tengah ruangan, dengan bersungut-sungut. Dia harus mengulang-ulang dua kata 'Harus Rela. Harus Rela'
« Pa. Waktunya » katanya mengetuk kamar
« Iya. Papa sudah siap »
Kemunculan orang tua itu begitu mengagetkannya. Wajahnya tidak hanya segar meski tampak belum tidur tetapi juga cerah. Baru sekali dilihatnya wajah secerah ini yaitu saat dia lulus masuk perguruan tinggi negeri.
« Papa duduk sini ya. Kamu sungkem kapan saja Kamu siap »
Reni pun berlutut. Kepalanya ditundukkannya. Jantungnya berdetak keras, berlomba dengan otaknya yang berkonsentrasi untuk menyuruh mulutnya agar tahan tertutup.
« Saat begini yang Papa tunggu dari dulu. Sebagai anak, kamu memang harus minta restu orang tua. Semoga Kamu mendapat apa yang kamu sedang inginkan. Papa selalu mendukung. Papa juga selalu berharap agar kamu bahagia. » dan berbagai kata kata restu lainnya yang tanpa cacat. Reni tercekat dalam tunduknya. Meski tak ada penjelasan ataupun maaf yang keluar dari mulut manusia dihadapannya, tetapi luapan ketulusan terpancar sempurna. Dia merasakan ketulusan hati ayahnya. Diam-diam matanya berair. Ingatannya melayang disaat dia ditimang, di lempar tinggi tinggi, di belikan mainan. Tak disangka perasaan itu begitu indah dan teduh, mengusir pergi amarah yang terpendam. Membuatnya lupa atas segala tuntutan perilaku ayahnya dulu. Membuatnya tak hirau kalaupun suaminya bukan pacarnya yang ini. Dia merasa sebagai anak yang berbahagia. Teduh. Utuh. Diberkati segala langkahnya. Bukankah itu sudah cukup?
Papa, aku memaafkanmu. Terimakasih teman tua, terimakasih tukang ramal kartu.
Reni pun berangkat ke peraduannya dengan senyum.
« Sudahlah. Nggak usah terlalu dicemaskan » hibur Lara
« Maunya sih. Tapi gue cemas banget nih! Pasti tu bokap gue pake kesempatan ini buat ngocehin gue macam-macam. Mana gue nggak boleh ngomong sama Tante Leni lagi »
« Wah tumben percaya banget sama peramal hehe »
« Ah lo juga kan... Udah sampe mana tuh treatment yang lo jalanin. Gimana, udah belum dimandiin pake air kembang? »
« Sialan lo. Malah ngeledek. Iya sih. Parah tuh Tante Leni. Hidup kita jadi aneh gini. Gue sih udah ngomong sama eyang gue. Katanya minggu depan pas tanggal jawa bagus. Hmm »
Lara sekarang yang giliran mendesah. Sebenarnya mereka berdua bukanlah jenis orang yang dekat dengan dunia paranormal apalagi mempercayainya. Mereka selalu berhasil menolak ajakan teman-teman lajang di kampus maupun di tempat nongkrong, yang sering mengatakan bahwa perempuan yang sudah diatas 30 tahun dan masih jomblo, biasanya memiliki 'dosa' di tubuhnya. Dosa itu harus dibersihkan agar badan tidak 'kotor' dan jodoh jadi mendekat. Mereka berdua hanya menertawakan hal itu. Para paranormal pasti hanya mencari rejeki dari orang orang yang sedang resah oleh desakan lingkungan. Lagipula, kalau jodoh belum datang, apa salahnya jadi jomblo? Toh setiap hal selalu ada sisi positifnya. Paling tidak yang namanya single, punya kebebasan lebih banyak.
Tante Leni di datangi oleh Lara 3 bulan lalu. Lara terjebak teman fitnessnya yang meminta dengan sangat supaya ditemani, dengan alasan tempat Tante ini dekat, sekalian menunggu kelas gym berikutnya. temannya berpromosi, bila kemampuan ramal kartu tante ini menakjubkan. Paling tidak begitu beberapa orang di kantornya bercerita.
Sampai di sana, Lara yang tadinya hanya duduk disamping sahabatnya yang sedang diramal, akhirnya tertarik mencoba garis nasibnya dibaca.
« Kok bisa lo ikutan? » Tanya Reni dua hari setelahnya kepada Lara
« Abis ajaib banget. Itu tante bisa tau kalo sohib gue itu nggak pernah sholat. Nggak akur sama ibunya. Padahal dia belum cerita apa apa. Jadi gue pikir, kenapa nggak sekalian. Toh cuman di baca kartu doang. Lagipula kelihatannya si Tante ini bukan paranormal 'tukang peres'. Nggak ada tuh yang disuruh mandi kembang, kirim bunga ke kuburan atau apakek »
« Hehe. Yah, bikin penasaran juga ye »
« Iye. Nah problemnya, gue pikir gue cuman di suruh sholat kayak temen gue. Kan gampang tuh. Gue kan emang nggak terlalu terikat sama upacara gitu. Mending jalan Islam lah »
« Iye elo gitu lho. Tahun baruan aja malah ke pesantren! Haha »
« Nah. Ini malah gue disuruh mandi kembang! Gue sekarang lagi mikir berat nih. Gue jalanin apa nggak. Kata si tante, gue musti mendekat sama akar gue. Di keluarga gue ada yang punya kemampuan spiritual lebih. Itulah yang bikin gue kaget! Kan eyang gue benernya sudah nawarin itu ke gue dari lama tapi gue cuekin. Terus, itu tante pembukaannya aja langsung bilang kalo gue berdarah biru! Gila! Gue kan paling anti tuh ketahuan. Jaman modern gini »
« Hah! Lo orang keraton emangnya? »
« hehehehe... iye. Nyokap gue turunan langsung salah satu pangeran di keraton Yogya »
« Hah! Jangan bilang gue lo, kalo lo keturunan yang lingkupnya di dalam lingkaran keraton?! »
« hehe... iya... gelar nyokap gue Raden Ajeng»
Selanjutnya, bisa di tebak. Reni beralih merengek-rengek agar di ajak ke tempat Tante Leni itu. Perasaannya tergelitik. Dia ingin tahu jenis ramalan yang diperuntukkan baginya. Apalagi saat itu sebenarnya dia punya projek: mencoba mendapatkan calon suami dari benua lain, yang kulitnya berwarna putih.
Reni tidak bisa melupakan saat saat itu. Tante Leni memainkan kartunya. Pembukaannya persis sama dengan ringkasan hidupnya. Berbagai pria pergi, yang semuanya Renilah yang memutuskan. Kata Tante mereka memang bukan jodohnya, selalu ada perselisihan yang sangat prinsip. Lanjutan ramalan, semakin membuat Reni terbelalak. Dia sengaja tidak bercerita banyak kepada Tante, tetapi kartunya bisa mengungkap hal yang penting dan pribadi. Dalam hati Reni juga berdebar karena ada ketakutan dia akan disuruh mandi bunga atau sholat. Keduanya bukan hal yang sanggup menarik minatnya.
« Engkau akan berhubungan dengan orang jauh. Dari Sumatra atau mungkin luar negeri » « Hubungan kalian akan pakai surat dan pos »
« Email termasuk kali ya Tante » Ingatannya melayang kepada pacarnya sekarang yang berada di Amerika, ribuan kilometer jauhnya. Hebat nih tante, batinnya. « Bakal lanjut serius nggak Tante? » tanyanya gusar.
« Bisa. Tapi ada satu hambatan. Dalam dirimu »
Dukces! Jantung Reni serasa meloncat. Inilah 'moment of the truth' yang mengarahnya pada sebuah titah yang harus dilakoninya.
« hmm. Kalo aku musti ngapain tante? »
« Kamu punya ganjalan nih, hubunganmu dengan ayahmu penuh amarah. Kamu musti sujud di depannya. Dia duduk, kamu sungkem. Kamu cuci kaki ayahmu dengan air bersih. Nanti airnya kamu minum sedikit dan kamu harus dengarkan apa yang dia katakan. Waktunya harus di tengah malam... Gimana, ngerti nggak? Karena restu orang tua itu hal yang nggak bisa ditawar»
« Hmm... ngerti Tante... eeee.... » Reni hilang kata.
Saat Tante sempat menanyakan mandi kembang bagi Lara, pikiran Reni sudah berkelana kemana-mana. SUNGKEM KEPADA PAPA? Ini jauh lebih parah daripada harus mandi bunga atau pun sholat dan berpuasa.
Papa.... Gumamnya dalam hati
Papa bagi Reni bukan sosok orang tua yang biasa. Sosok orang tuanya yang satu ini sulit didefiniskan olehnya. Disatu waktu ayahnya tampak sayang padanya, di lain waktu perilakunya sering membuat Reni merasa dikhianati. Dia tidak pernah bisa memaafkan saat papanya menjalin affair yang sempat membuat mamanya sakit sakitan. Setelah itu berlalu, ada saja yang dilakukan papanya itu. Judi, Alkohol seperti lupa pada keluarga. Meski sekarang papanya sudah insaf dan menunjukkan itikadnya untuk hidup lurus, Reni tetap tidak bisa berdamai. Tidak pula saat mamanya pergi ke Ilahi, tidak pula sekarang.
Tanpa perlu dibahaspun, kedua orang ini saling tahu bahwa mereka memendam emosi. Reni marah secara tertahan kepada sang ayah. Sang ayah mengetahui tetapi seakan akan tidak tahu bagaimana harus membawanya ke suasana dialog. Dan memang begitulah yang terjadi.
Selama ini Reni selalu menghindari kontak pribadi dengan papanya. Saat mereka bersama di depan televisi atau meja makan, pembicaraan lebih bersifat global macam politik dan ekonomi. Hanya sesekali papanya menasehatinya untuk lebih serius mencari jodoh, karena umurnya sudah 'tinggi'. Tetapi Reni hanya mendengus. Orang ini bukan orang yang tepat untuk menasehatiku lagi, bisik kepada dirinya marah.
Begitulah sifat hubungan mereka selama bertahun-tahun sampai kartu Tante berbicara. Sampai Reni mempercayainya dan takut atas kemungkinan buruk yang terjadi bila tidak dilaksanakannya. Dia mulai mencintai pacar jauhnya dan berharap banyak pada hubungan mereka.
Di hari yang sama dengan pembicaraan gelisahnya dengan Lara. Reni bertanya kepada papanya dengan canggung, tentang kesediaannya menjalankan ritual sungkem ini. Tak dinyana, orang tua itu menyambutnya dengan bersemangat.
« iya. Kenapa tidak?! Nanti kamu siapin aja ya »
Sungguh reaksi yang membuat Reni gelisah berat dan langsung meluncur ke apartemen Lara. Dia sudah membayangkan akan adanya sebuah pidato yang tidak bisa dibantahnya. Dia tidak akan terima bila ada perkataan yang nantinya hanya akan menambah marahnya. Orang tua patriakan itu. Jelas jelas dia akan memanfaatkan situasi ini. Dia pernah bicara kalau orang tua tidak penah salah. Bah. Umpatnya dalam hati
Kembali dari tempat Lara, beberapa jam kemudian, saat senja sudah pergi dan bulan bersinar diatas langit. Tengah malam. Reni menjinjing baskom yang berisi sedikit air Aqua. Sudah disiapkannya sebuah bangku di tengah ruangan, dengan bersungut-sungut. Dia harus mengulang-ulang dua kata 'Harus Rela. Harus Rela'
« Pa. Waktunya » katanya mengetuk kamar
« Iya. Papa sudah siap »
Kemunculan orang tua itu begitu mengagetkannya. Wajahnya tidak hanya segar meski tampak belum tidur tetapi juga cerah. Baru sekali dilihatnya wajah secerah ini yaitu saat dia lulus masuk perguruan tinggi negeri.
« Papa duduk sini ya. Kamu sungkem kapan saja Kamu siap »
Reni pun berlutut. Kepalanya ditundukkannya. Jantungnya berdetak keras, berlomba dengan otaknya yang berkonsentrasi untuk menyuruh mulutnya agar tahan tertutup.
« Saat begini yang Papa tunggu dari dulu. Sebagai anak, kamu memang harus minta restu orang tua. Semoga Kamu mendapat apa yang kamu sedang inginkan. Papa selalu mendukung. Papa juga selalu berharap agar kamu bahagia. » dan berbagai kata kata restu lainnya yang tanpa cacat. Reni tercekat dalam tunduknya. Meski tak ada penjelasan ataupun maaf yang keluar dari mulut manusia dihadapannya, tetapi luapan ketulusan terpancar sempurna. Dia merasakan ketulusan hati ayahnya. Diam-diam matanya berair. Ingatannya melayang disaat dia ditimang, di lempar tinggi tinggi, di belikan mainan. Tak disangka perasaan itu begitu indah dan teduh, mengusir pergi amarah yang terpendam. Membuatnya lupa atas segala tuntutan perilaku ayahnya dulu. Membuatnya tak hirau kalaupun suaminya bukan pacarnya yang ini. Dia merasa sebagai anak yang berbahagia. Teduh. Utuh. Diberkati segala langkahnya. Bukankah itu sudah cukup?
Papa, aku memaafkanmu. Terimakasih teman tua, terimakasih tukang ramal kartu.
Reni pun berangkat ke peraduannya dengan senyum.
Tuesday, August 17, 2010
Gang Menpul, Pembentukan
Suara cempreng seorang pembaca berita infotainment berkumandang keras memenuhi ruangan tengah sebuah rumah. Background televisi ini lah yang menjadi pengalihan perhatian Wuni sesekali dari cecaran sang bapak.
Tidak seperti biasanya, kali ini si bapak banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Tentang kemungkinannya bersatu kembali dengan mantan tunangan, tentang calon suami yang seharusnya sudah dimilikinya di usia 29 itu, tentang segala kegiatannya. Menurut sang ayah, Wuni terlalu bersikap sulit dan keras terhadap seorang mantan tunangan yang sudah dikencaninya lebih dari 4 tahun. Sang mantan terkesan sedang banyak mendekati keluarganya untuk bisa kembali kepada hatinya yang sudah tertutup rapat.
"Kamu itu nggak keingat sama umurmu ya? kok ini malah selalu teman sama banyak orang. Lebih baik punya teman satu saja, tetapi serius. Mana pergi terus ke luar rumah"
Dan berbagai wejangan yang sangat tidak cocok oleh semangat kebebasan Wuni.
"Aku tuh kan kerjanya lepasan, makanya butuh punya banyak channel. Okelah lain kali, teman aja yang aku kumpulin ke sini"
Jemu Wuni berusaha beranjak pergi.
Tiba tiba telp berdering. Menyelamatkan.
"Mbak buat Mbak nih. Dari Yogya" Kata pembantunya memanggil.
Bapaknya hanya bisa geleng geleng. Dia sudah hapal tabiat anak sulungnya ini. Keras kepala. Meski dalam hal kemandirian tidak ada keraguan sedikitpun. Sebagai orang tua, dia hanya cemas anaknya lupa hal yang seharusnya dipikirkan seorang perempuan seusianya: mengejar jodoh. Akhirnya dia hanya mangut-mangut pura-pura nonton berita dari si cempreng Cut Joget.
Obrolan telepon pun terjadi.
« tgl 30 minggu depan lo ada di rumah nggak? Ada acara nggak ? » Tanya Susan.
« Hmm, kayaknya nggak ada apa apa deh. Kenapa say? Lo mau datang? »
« Iya. Hmm.. sebetulnya gue udah ngundang 20 orang anggota milist Dew. Sebagian besar udah ok. Nah, secara gue tinggal di Yogya sementara para anggota milist yang lain kebanyakan di Jakarta, jadi gue memberitahu mereka kalau acaranya adalah di rumah elo. Itulah kenapa gue nelpon karena gue baru sadar, kalau tinggal elo yang belum gue undang sekalian gue kasih tau. Btw, rumahlo bisa dipake kan? Hehe. Sorrynya gue kelupaan »
Wuni bengong sebentar. Tepatnya 5 detik.
« eh, iya bisa kok. Rumah kosong. Ntar gue suruh pembantu gue masak deh »
« Ok kalo gitu, sampai ketemu minggu depan. Gue bakalan datang sehari sebelumnya ya, naik kereta pagi. »
« Ok deh. Tapi jangan pagi pagi ye, lo kan tau gue bangunnya jam 8 »
« yah, jam 6 gimana dong? »
« Ya udah lo langsung masuk kamar aja, INGAT! jangan sampe gue bangun, lo langsung ikut tidur »
« ok deh. Cu »
Klik
Wuni membatin 'Dasar orang aneh'. Dia lupa kalau komplainannya ini pernah ditanggapi oleh temannya Pepi sebagai 'Bebek cari Bebek'
"Siapa Nduk?" tanya sang Bapak.
"Susan. Mau datang. bawa teman teman sekalian. ok kan? aku bilang kan tadi kalo mulai sekarang, aku kurangi pergi, dan ajak teman ke sini. ok kan?"
Bapaknya bingung harus menanggapi apa. Sepertinya anaknya salah arah atas pembicaraan mereka sebelumnya.
"Sekarang aku mau selesaiin laporan ya diatas"
Wuni langsung ngibrit menghindar.
**
Hari H, jam 7 malam.
Rumah berwarna warni itu tampak natural. Seadanya, sehawa dengan karakter orang orang yang tinggal di dalamnya. Letak mebel yang jumlahnya tidak seberapa di tempatnya. Makanan di jejerkan tanpa mengubah hiasan seperti tumpukan koran yang ada diatas meja. Karpet lumayan bersih setelah di kebut oleh sapu lidi, karena vacum cleaner sudah lama rusak. Kondisi ruang tengah persis seperti prinsip yang dijunjung tinggi para penghuninya, buktinya tergantung di salah satu poster yang dibingkai serius
'Home Should be Clean Enough to be Healty and Dirty Enough to be Happy'
Ting tong.
« Hallo saya Makapagal, pangilan Mang Jajang » masuklah seorang tamu dengan dandanan banci tampil. Rambut dibikin jemprik jeprik berdiri hasil kreasi gel lumayan kuat untuk melawan tekanan helm motor. T shirtnya bertuliskan 'I'm Cool!' dipadu dengan celana ketat kotak kotak. Tak lupa lehernya dihiasi oleh shall ala Muamar Kadafi. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni baru tahu kalo orang ini adalah salah satu keajaiban dunia pegawai negeri sipil di kantor Pajak.
Ting tong
« Benar ini tempat pestanya Susan? Saya Budiati, pangil saja Dear Lola » masuklah seorang perempuan pake highheel, apik, modis, dan auranya supel. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu cewek ini banyak yang naksir karena daya tariknya yang cerdas di dunia maya. Dua korbannya, masuk kemudian.
Ting tong
« Susan ada? Saya Gunarto. Pangilan Wasir » masuklah seorang pria sederhana tapi formil. Tampangnya agak beda dari yang dua orang tadi, kali ini sirep jawa memancar kuat. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu pria ini isi otaknya hanya bisnis dan bisnis. Niat mulianya adalah memanfaatkan potensi orang orang yang ada disekitar, termasuk teman temannya yang menurutnya sia sia. Dialah satu satu korban yang kepincut dengan Dear Lola. Tapi Dear Lola nggak tertarik dengan Dear Wasir. Dan entah pake sirep apa sehingga sirep jawanya nggak mempan, Dear Wasir tetap senang berteman dengan Dear Lola
Ting tong
« Hmm. Yesus nggak lagi mampir ke sini kan? Nama gue Dimitri. Panggil gue … Kalo masih punya pertanyaan tentang gue, tanya aja orang orang, semua kenal gue kok. Tapi gue belum tentu kenal mereka » cerocos seorang yang tampangnya bisa mengalahkan You-Know-Who nya di cerita Harry Porter. Meski bukan itu yang membuat Wuni terkesima, tapi penutupan kalimat itu dibarengi oleh gerakan tangan yang seperti mau menembak! Beda sama koboi, cowok ini tubuhnya setipis papan gilesan, disempangi tas gantung, baju kemeja bermotif hawai dan celana kombor gaya 60an. Senyumannya yang menyeringai tapi pede balapan lebarnya dengan kacamata yang jaraknya cuman 2 cm dari tatanan rambut berminyaknya. Nggak perlu ngobrol, Wuni tahu kalau ini orang paling aneh abad 20 yang merupakan korban kedua Dear Lola.
Deretan tamu itu membuat Wuni tertarik. Semuanya tampak unik dan bervariasi, hanya satu kesamaan mereka: begitu masuk detik detik pertama tampak kaget. Semula ia menduga ini karena mereka terpesona dengan gaya rambut lintingnya yang mirip rasta. Rumus gaya ini memang selalu sukses. Teringat ketika dia masuk kampusnya tempat dia mengejar gelar master. Semua murid lain meliriknya heran. Wuni merasa keren. Tetapi sayangnya kemudian dia sadar kalau itu pemikiran keliru dan memanggil Susan.
"San!!! Lo yang bukain pintu dong. Orang orang pada bengong nggak kenal muka gue, dikirain nyasar kali mereka!"
Kemudian, berdatangan sisa undangan yang kalau ditotal pas 19 orang. Namun dari semuanya, hanya 3 lagi yang tercatat diingatan Wuni
"Ini kenalin. Andri. Pengacara handal" Kata Susan mengenalkan seorang pria kekar bertampang garang sedang tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih. Yang menarik selanjutnya adalah hobinya cuci piring dan bersih bersih.
"Ini namanya Forti. mahasiswi, tamu paling muda" yang disambut Dimitri dengan gaya menggangkat kacamata sambil berkata "aih, sini duduk deket Om"
"Ini Anahaj. Menado" bisa dikatakan tamu inilah yang paling terlihat kalem diantara yang lain.
Malam itu kemudian berlanjut dengan perebutan ayam bakar yang matangnya satu per satu, sehingga meski baru pertama kali bertemu, mereka tidak segan bertarung secara terbuka. Suasana rumah itu begitu hingar binar, penuh keceriaan. Sama sekali hilang kesan bahwa itu merupakan pertemuan pertama. Semuanya tanpa ragu menunjukkan muka aslinya. Muka nggak tahu malu.
Gerombolan manusia yang menarik, batin Wuni.
**
Hari H, jam 5 pagi.
Loteng rumah berwarna warni tersebut masih dipenuhi oleh 6 orang yang tersisa. Letaknya di lantai tiga yang lebar, terbuka untuk menatap langit. Sebenarnya bila siang hari, gambaran loteng itu tidak lebih sebagai lantai dari gedung yang pembangunannya terhenti akibat krisis ekonomi. Tempat untuk duduk dan tiduran hanyalah sebuah bale bambu yang besar, tanaman yang ada lebih banyak merupakan tanaman liar. Tetapi banyak teman teman Wuni menyukai tempat itu, cocok sebagai pelarian dari kota Jakarta yang sumpek. Terutama dikala malam menjelang pagi, langitnya yang indah menyajikan pemandangan yang keindahannya membuat lukisan terkenal pun tekuk lutut.
Pengunjung yang masih bertahan ternyata justru mereka yang pertama tama datang. Kesamaan status yang sungguh kebetulan: single dan semuanya tinggal di rumah kos sehingga hilang 3 hari pun tidak ada yang mencari. Kumpulan orang orang ini membuktikan kebenaran istilah Bebek Cari Bebek.
8 bebek sibuk berebutan bergaya untuk foto. Momen yang membuat mereka saling menemukan satu persamaan prinsip lain yang lebih mendasar: Brutal, Lugas dan mudah terbuka.
"Eh lo jangan menguasai kamera dong!!!" Protes Lola pada Wasir yang membuatnya hanya terlihat setengah muka saja.
"Bukan ghue lagi, tuh liat si Andry yang badannya segede artis binaraga nutupin gue juga"
"Enak aja lo! Kalo ngomong mikir dong! Gue emang badannya segini. Itu tuh si Jajang yang tangannya nutupin kita semua!" Kata Andry sambil nunjuk Jajang yang sedang bergaya macam Superman terbang.
"Lho kok jadi gue sih? Kenapa begituww? Kenapa begithuww? kalian cuma iri sajah sama gayah sayah" Sahutnya centil nggak mau ngerubah gaya.
"Haha. Ancur ancur banget sih! Cepetan tuh fix gimana, lampu kameranya udah kedap kedip, bentar lagi ngeklik" Teriak Wuni berusaha menenangkan gerombolan yang tambah nggak punya urat malu dan semuanya banci foto.
"Iya nih. Eh, mana si Dimitri?" Celetuk Susan Kalem.
Tersadar satu orang menghilang, para bebek saling lihat lihatan.. Tiba tiba muncul seorang pria ceking,kali ini kemeja hawainya tidak terlihat lagi
"Gue belum terlambat kan?! Pas dong ya Timing gue" Kata sosok Who Know Who yang kali ini penampilannya tambah ajaib. Dia pakai kemeja motif macan
"Macan kan gue... Cocoknya gue disini nih" Katanya ngeluyur tanpa dosa menutupi Jajang yang gaya Supermannya mendadak menjadi basi. Semua hanya bengong.
"Kok pada bengong sih?... Senyum dong! Gue emang sengaja bawa beberapa kostum. Antisipasi! Cheers!"
Klik
Akhirnya di foto itu, sebagian besar adalah muka Dimitri dengan latar belakang orang orang yang gayanya kaku dengan muka bengong. Kontras dengan pemandangan sunrise yang luar biasa indah
Huahahahaha! Serentak ketawa meledak keudara
"Juara gila lo!!!! " Akhirnya Jajang memecah kesunyian. Wuni maju memberi selamat pada Dimtri. Diikuti yang lain
"Wah sepertinya kegiatan serba berguna gini harus dilakukan sering sering nih" Kata Susan senang
"Setuju" Sambutan Wuni dan yang lainnya
Hari itu resmi sebuah Gang berdiri. Kelak mereka menyebut dirinya Gang Menpul atau terkadang Gang Katana. Tergantung dalam konteks apa. Yang pasti Wuni bahagia. Dia merasa menemukan segerombolan yang cocok untuk diangkutnya ke dalam rumah. Entah perasaan bapaknya. Urusan belakangan, batinnya riang.
Tidak seperti biasanya, kali ini si bapak banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Tentang kemungkinannya bersatu kembali dengan mantan tunangan, tentang calon suami yang seharusnya sudah dimilikinya di usia 29 itu, tentang segala kegiatannya. Menurut sang ayah, Wuni terlalu bersikap sulit dan keras terhadap seorang mantan tunangan yang sudah dikencaninya lebih dari 4 tahun. Sang mantan terkesan sedang banyak mendekati keluarganya untuk bisa kembali kepada hatinya yang sudah tertutup rapat.
"Kamu itu nggak keingat sama umurmu ya? kok ini malah selalu teman sama banyak orang. Lebih baik punya teman satu saja, tetapi serius. Mana pergi terus ke luar rumah"
Dan berbagai wejangan yang sangat tidak cocok oleh semangat kebebasan Wuni.
"Aku tuh kan kerjanya lepasan, makanya butuh punya banyak channel. Okelah lain kali, teman aja yang aku kumpulin ke sini"
Jemu Wuni berusaha beranjak pergi.
Tiba tiba telp berdering. Menyelamatkan.
"Mbak buat Mbak nih. Dari Yogya" Kata pembantunya memanggil.
Bapaknya hanya bisa geleng geleng. Dia sudah hapal tabiat anak sulungnya ini. Keras kepala. Meski dalam hal kemandirian tidak ada keraguan sedikitpun. Sebagai orang tua, dia hanya cemas anaknya lupa hal yang seharusnya dipikirkan seorang perempuan seusianya: mengejar jodoh. Akhirnya dia hanya mangut-mangut pura-pura nonton berita dari si cempreng Cut Joget.
Obrolan telepon pun terjadi.
« tgl 30 minggu depan lo ada di rumah nggak? Ada acara nggak ? » Tanya Susan.
« Hmm, kayaknya nggak ada apa apa deh. Kenapa say? Lo mau datang? »
« Iya. Hmm.. sebetulnya gue udah ngundang 20 orang anggota milist Dew. Sebagian besar udah ok. Nah, secara gue tinggal di Yogya sementara para anggota milist yang lain kebanyakan di Jakarta, jadi gue memberitahu mereka kalau acaranya adalah di rumah elo. Itulah kenapa gue nelpon karena gue baru sadar, kalau tinggal elo yang belum gue undang sekalian gue kasih tau. Btw, rumahlo bisa dipake kan? Hehe. Sorrynya gue kelupaan »
Wuni bengong sebentar. Tepatnya 5 detik.
« eh, iya bisa kok. Rumah kosong. Ntar gue suruh pembantu gue masak deh »
« Ok kalo gitu, sampai ketemu minggu depan. Gue bakalan datang sehari sebelumnya ya, naik kereta pagi. »
« Ok deh. Tapi jangan pagi pagi ye, lo kan tau gue bangunnya jam 8 »
« yah, jam 6 gimana dong? »
« Ya udah lo langsung masuk kamar aja, INGAT! jangan sampe gue bangun, lo langsung ikut tidur »
« ok deh. Cu »
Klik
Wuni membatin 'Dasar orang aneh'. Dia lupa kalau komplainannya ini pernah ditanggapi oleh temannya Pepi sebagai 'Bebek cari Bebek'
"Siapa Nduk?" tanya sang Bapak.
"Susan. Mau datang. bawa teman teman sekalian. ok kan? aku bilang kan tadi kalo mulai sekarang, aku kurangi pergi, dan ajak teman ke sini. ok kan?"
Bapaknya bingung harus menanggapi apa. Sepertinya anaknya salah arah atas pembicaraan mereka sebelumnya.
"Sekarang aku mau selesaiin laporan ya diatas"
Wuni langsung ngibrit menghindar.
**
Hari H, jam 7 malam.
Rumah berwarna warni itu tampak natural. Seadanya, sehawa dengan karakter orang orang yang tinggal di dalamnya. Letak mebel yang jumlahnya tidak seberapa di tempatnya. Makanan di jejerkan tanpa mengubah hiasan seperti tumpukan koran yang ada diatas meja. Karpet lumayan bersih setelah di kebut oleh sapu lidi, karena vacum cleaner sudah lama rusak. Kondisi ruang tengah persis seperti prinsip yang dijunjung tinggi para penghuninya, buktinya tergantung di salah satu poster yang dibingkai serius
'Home Should be Clean Enough to be Healty and Dirty Enough to be Happy'
Ting tong.
« Hallo saya Makapagal, pangilan Mang Jajang » masuklah seorang tamu dengan dandanan banci tampil. Rambut dibikin jemprik jeprik berdiri hasil kreasi gel lumayan kuat untuk melawan tekanan helm motor. T shirtnya bertuliskan 'I'm Cool!' dipadu dengan celana ketat kotak kotak. Tak lupa lehernya dihiasi oleh shall ala Muamar Kadafi. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni baru tahu kalo orang ini adalah salah satu keajaiban dunia pegawai negeri sipil di kantor Pajak.
Ting tong
« Benar ini tempat pestanya Susan? Saya Budiati, pangil saja Dear Lola » masuklah seorang perempuan pake highheel, apik, modis, dan auranya supel. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu cewek ini banyak yang naksir karena daya tariknya yang cerdas di dunia maya. Dua korbannya, masuk kemudian.
Ting tong
« Susan ada? Saya Gunarto. Pangilan Wasir » masuklah seorang pria sederhana tapi formil. Tampangnya agak beda dari yang dua orang tadi, kali ini sirep jawa memancar kuat. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu pria ini isi otaknya hanya bisnis dan bisnis. Niat mulianya adalah memanfaatkan potensi orang orang yang ada disekitar, termasuk teman temannya yang menurutnya sia sia. Dialah satu satu korban yang kepincut dengan Dear Lola. Tapi Dear Lola nggak tertarik dengan Dear Wasir. Dan entah pake sirep apa sehingga sirep jawanya nggak mempan, Dear Wasir tetap senang berteman dengan Dear Lola
Ting tong
« Hmm. Yesus nggak lagi mampir ke sini kan? Nama gue Dimitri. Panggil gue … Kalo masih punya pertanyaan tentang gue, tanya aja orang orang, semua kenal gue kok. Tapi gue belum tentu kenal mereka » cerocos seorang yang tampangnya bisa mengalahkan You-Know-Who nya di cerita Harry Porter. Meski bukan itu yang membuat Wuni terkesima, tapi penutupan kalimat itu dibarengi oleh gerakan tangan yang seperti mau menembak! Beda sama koboi, cowok ini tubuhnya setipis papan gilesan, disempangi tas gantung, baju kemeja bermotif hawai dan celana kombor gaya 60an. Senyumannya yang menyeringai tapi pede balapan lebarnya dengan kacamata yang jaraknya cuman 2 cm dari tatanan rambut berminyaknya. Nggak perlu ngobrol, Wuni tahu kalau ini orang paling aneh abad 20 yang merupakan korban kedua Dear Lola.
Deretan tamu itu membuat Wuni tertarik. Semuanya tampak unik dan bervariasi, hanya satu kesamaan mereka: begitu masuk detik detik pertama tampak kaget. Semula ia menduga ini karena mereka terpesona dengan gaya rambut lintingnya yang mirip rasta. Rumus gaya ini memang selalu sukses. Teringat ketika dia masuk kampusnya tempat dia mengejar gelar master. Semua murid lain meliriknya heran. Wuni merasa keren. Tetapi sayangnya kemudian dia sadar kalau itu pemikiran keliru dan memanggil Susan.
"San!!! Lo yang bukain pintu dong. Orang orang pada bengong nggak kenal muka gue, dikirain nyasar kali mereka!"
Kemudian, berdatangan sisa undangan yang kalau ditotal pas 19 orang. Namun dari semuanya, hanya 3 lagi yang tercatat diingatan Wuni
"Ini kenalin. Andri. Pengacara handal" Kata Susan mengenalkan seorang pria kekar bertampang garang sedang tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih. Yang menarik selanjutnya adalah hobinya cuci piring dan bersih bersih.
"Ini namanya Forti. mahasiswi, tamu paling muda" yang disambut Dimitri dengan gaya menggangkat kacamata sambil berkata "aih, sini duduk deket Om"
"Ini Anahaj. Menado" bisa dikatakan tamu inilah yang paling terlihat kalem diantara yang lain.
Malam itu kemudian berlanjut dengan perebutan ayam bakar yang matangnya satu per satu, sehingga meski baru pertama kali bertemu, mereka tidak segan bertarung secara terbuka. Suasana rumah itu begitu hingar binar, penuh keceriaan. Sama sekali hilang kesan bahwa itu merupakan pertemuan pertama. Semuanya tanpa ragu menunjukkan muka aslinya. Muka nggak tahu malu.
Gerombolan manusia yang menarik, batin Wuni.
**
Hari H, jam 5 pagi.
Loteng rumah berwarna warni tersebut masih dipenuhi oleh 6 orang yang tersisa. Letaknya di lantai tiga yang lebar, terbuka untuk menatap langit. Sebenarnya bila siang hari, gambaran loteng itu tidak lebih sebagai lantai dari gedung yang pembangunannya terhenti akibat krisis ekonomi. Tempat untuk duduk dan tiduran hanyalah sebuah bale bambu yang besar, tanaman yang ada lebih banyak merupakan tanaman liar. Tetapi banyak teman teman Wuni menyukai tempat itu, cocok sebagai pelarian dari kota Jakarta yang sumpek. Terutama dikala malam menjelang pagi, langitnya yang indah menyajikan pemandangan yang keindahannya membuat lukisan terkenal pun tekuk lutut.
Pengunjung yang masih bertahan ternyata justru mereka yang pertama tama datang. Kesamaan status yang sungguh kebetulan: single dan semuanya tinggal di rumah kos sehingga hilang 3 hari pun tidak ada yang mencari. Kumpulan orang orang ini membuktikan kebenaran istilah Bebek Cari Bebek.
8 bebek sibuk berebutan bergaya untuk foto. Momen yang membuat mereka saling menemukan satu persamaan prinsip lain yang lebih mendasar: Brutal, Lugas dan mudah terbuka.
"Eh lo jangan menguasai kamera dong!!!" Protes Lola pada Wasir yang membuatnya hanya terlihat setengah muka saja.
"Bukan ghue lagi, tuh liat si Andry yang badannya segede artis binaraga nutupin gue juga"
"Enak aja lo! Kalo ngomong mikir dong! Gue emang badannya segini. Itu tuh si Jajang yang tangannya nutupin kita semua!" Kata Andry sambil nunjuk Jajang yang sedang bergaya macam Superman terbang.
"Lho kok jadi gue sih? Kenapa begituww? Kenapa begithuww? kalian cuma iri sajah sama gayah sayah" Sahutnya centil nggak mau ngerubah gaya.
"Haha. Ancur ancur banget sih! Cepetan tuh fix gimana, lampu kameranya udah kedap kedip, bentar lagi ngeklik" Teriak Wuni berusaha menenangkan gerombolan yang tambah nggak punya urat malu dan semuanya banci foto.
"Iya nih. Eh, mana si Dimitri?" Celetuk Susan Kalem.
Tersadar satu orang menghilang, para bebek saling lihat lihatan.. Tiba tiba muncul seorang pria ceking,kali ini kemeja hawainya tidak terlihat lagi
"Gue belum terlambat kan?! Pas dong ya Timing gue" Kata sosok Who Know Who yang kali ini penampilannya tambah ajaib. Dia pakai kemeja motif macan
"Macan kan gue... Cocoknya gue disini nih" Katanya ngeluyur tanpa dosa menutupi Jajang yang gaya Supermannya mendadak menjadi basi. Semua hanya bengong.
"Kok pada bengong sih?... Senyum dong! Gue emang sengaja bawa beberapa kostum. Antisipasi! Cheers!"
Klik
Akhirnya di foto itu, sebagian besar adalah muka Dimitri dengan latar belakang orang orang yang gayanya kaku dengan muka bengong. Kontras dengan pemandangan sunrise yang luar biasa indah
Huahahahaha! Serentak ketawa meledak keudara
"Juara gila lo!!!! " Akhirnya Jajang memecah kesunyian. Wuni maju memberi selamat pada Dimtri. Diikuti yang lain
"Wah sepertinya kegiatan serba berguna gini harus dilakukan sering sering nih" Kata Susan senang
"Setuju" Sambutan Wuni dan yang lainnya
Hari itu resmi sebuah Gang berdiri. Kelak mereka menyebut dirinya Gang Menpul atau terkadang Gang Katana. Tergantung dalam konteks apa. Yang pasti Wuni bahagia. Dia merasa menemukan segerombolan yang cocok untuk diangkutnya ke dalam rumah. Entah perasaan bapaknya. Urusan belakangan, batinnya riang.
Saturday, August 9, 2008
Hari Penuh Bayangan
Hari ini kepala saya penuh dengan gambar gambar..
Gambar sebuah karangan bunga yang tergeletak di meja tengah sebuah rumah. sementara disekeliling bunga itu, seluruh anggota keluarga sedang sibuk. satu sibuk memilih jas yang hendak di pakai, satu sibuk mencari pasangan sepatu pesta yang jarang dipakai, dan seorang yang sudah tua sibuk memberi perintah supaya semua tepat pada waktunya. mereka bersiap berangkat ke sebuah pesta.
Pesta perkawinan ini ditunggu sudah begitu lamanya. oleh si bapak tua itu. dia begitu merindukan rumahnya yang besar, yang dibangun dengan desain pasang copot. dimana dia selalu bangga "di rumah ini, semua dinding yang ditengah adalah build in, djadi kalo ada pesta bisa seperti gedung serba guna.zzzzzzz" . artinya: anak anak perempuanku, marilah menikah, supaya bapak bisa menunaikan tugas sebagai bapak...hmm. anak perempuan pertamanya yang keras kepala justru memilih menikah di negeri yang 16 jam jauhnya. jadi ini anak perempuan keduanya, seperti anak pertama. akhirnya rumah ini ada gunanya, meskipun tetap hanya berperan sebatas ruang lamaran. karena buat resepsi, untuk jaman semodern ini , lebih baik di gedung serba guna.
Pesta perkawinan ini, sebenarnya tidak hanya ditunggu oleh si bapak tua. tapi oleh anak perempuan pertamanya, yang ingin adik perempuannya bahagia. adiknya memang selalu ingin menjadi ibu rumah tangga, dari masih duduk di bangku sma sampai dia S dua, dari pelajar hingga jadi pekerja papan atas. anak perempuan pertama ini sudah sekian kali bersiap siap untuk di dahului adiknya yang jelas lebih laris dalam urusan cinta. tapi kalau Tuhan sudah berkata, K a m u y a n g p e r t a ma. maka pernikahan adiknya baru terjadi hari ini. 2,5 thn dari pernikahannya. Je sais que tu me deteste à cause de ça, hein. Voyons. Ce n'est pas ma faute!
Gambar ini sebuah cerminan kegembiraan dari penantian panjang.
Satu lagi gambar sebuah gereja, dimana seorang pengantin perempuan yang cantik tersenyum mesra pada calon suaminya. selanjutnya sebuah gedung resepsi yang dipenuhi makanan, hiasan bunga bunga, dua kotak isi amplop uang selamat maupun amplop kosong, dan ditutup oleh jejeran photo photo. dan diakhiri dengan gambaran pesta dengan pengantin yang sama di rumah pengantin pria.
Gambar ini cerminan kebahagiaan dari terkabulnya sebuah keinginan
dan Gambar bunga itu.
cerminan hati saya yang bahagia untuk adik saya.
karena nyatanya, saya hanya punya gambar gambar itu di kepala. saya begitu jauhnya dari pesta itu.. Goddamnit!imissedyourparty. Enplus,tunem'invitepas!
Selamat Menempuh Hidup Baru. May God give the best for you and your family.
saya tunggu cerita dari kalian yang datang, dan foto fotonya di dunia maya.
Selamat Menempuh Hidup Baru. Semoga rukun dan bahagia selalu. TITIK.
Gambar sebuah karangan bunga yang tergeletak di meja tengah sebuah rumah. sementara disekeliling bunga itu, seluruh anggota keluarga sedang sibuk. satu sibuk memilih jas yang hendak di pakai, satu sibuk mencari pasangan sepatu pesta yang jarang dipakai, dan seorang yang sudah tua sibuk memberi perintah supaya semua tepat pada waktunya. mereka bersiap berangkat ke sebuah pesta.
Pesta perkawinan ini ditunggu sudah begitu lamanya. oleh si bapak tua itu. dia begitu merindukan rumahnya yang besar, yang dibangun dengan desain pasang copot. dimana dia selalu bangga "di rumah ini, semua dinding yang ditengah adalah build in, djadi kalo ada pesta bisa seperti gedung serba guna.zzzzzzz" . artinya: anak anak perempuanku, marilah menikah, supaya bapak bisa menunaikan tugas sebagai bapak...hmm. anak perempuan pertamanya yang keras kepala justru memilih menikah di negeri yang 16 jam jauhnya. jadi ini anak perempuan keduanya, seperti anak pertama. akhirnya rumah ini ada gunanya, meskipun tetap hanya berperan sebatas ruang lamaran. karena buat resepsi, untuk jaman semodern ini , lebih baik di gedung serba guna.
Pesta perkawinan ini, sebenarnya tidak hanya ditunggu oleh si bapak tua. tapi oleh anak perempuan pertamanya, yang ingin adik perempuannya bahagia. adiknya memang selalu ingin menjadi ibu rumah tangga, dari masih duduk di bangku sma sampai dia S dua, dari pelajar hingga jadi pekerja papan atas. anak perempuan pertama ini sudah sekian kali bersiap siap untuk di dahului adiknya yang jelas lebih laris dalam urusan cinta. tapi kalau Tuhan sudah berkata, K a m u y a n g p e r t a ma. maka pernikahan adiknya baru terjadi hari ini. 2,5 thn dari pernikahannya. Je sais que tu me deteste à cause de ça, hein. Voyons. Ce n'est pas ma faute!
Gambar ini sebuah cerminan kegembiraan dari penantian panjang.
Satu lagi gambar sebuah gereja, dimana seorang pengantin perempuan yang cantik tersenyum mesra pada calon suaminya. selanjutnya sebuah gedung resepsi yang dipenuhi makanan, hiasan bunga bunga, dua kotak isi amplop uang selamat maupun amplop kosong, dan ditutup oleh jejeran photo photo. dan diakhiri dengan gambaran pesta dengan pengantin yang sama di rumah pengantin pria.
Gambar ini cerminan kebahagiaan dari terkabulnya sebuah keinginan
dan Gambar bunga itu.
cerminan hati saya yang bahagia untuk adik saya.
karena nyatanya, saya hanya punya gambar gambar itu di kepala. saya begitu jauhnya dari pesta itu.. Goddamnit!imissedyourparty. Enplus,tunem'invitepas!
Selamat Menempuh Hidup Baru. May God give the best for you and your family.
saya tunggu cerita dari kalian yang datang, dan foto fotonya di dunia maya.
Selamat Menempuh Hidup Baru. Semoga rukun dan bahagia selalu. TITIK.
Subscribe to:
Posts (Atom)