Thursday, November 17, 2011

Exposition Louis Vitton & Masa Lalu

24 Juni - 25 Oktober. 60 rue de Bassano, Paris 8รจ
http://www.espacelouisvuitton-paris.com/index_FR.html
Pameran seni ttg Indonesia yang banyak berkisah soal gunung Semeru.


Pameran ini sebenarnya sudah saya intai beberapa bulan lalu tetapi dgn adanya liburan panjang, jadi terlupakan. Dan kagetlah saya ketika melihat ulasannya di salah satu majalah Express. Apalagi foto yg dipajang di situ adalah karya dari orang yang saya kenal (meski dijamin dia udah nggak kenal saya): Heri Dono or Dono Heri (kalo pake aturan Nom-Prenom ala Prancis). Boneka-boneka bertampang campuran ektrateres dicampur dengan wayang golek, begitu pernah dekat dengan saya.

Gimana nggak dekat? Dulu saya pernah tidur disamping boneka-boneka ajaib itu, pas di suatu masa yang lalu-dulu-banget, saya berkali-kali menginap di rumah Heridono yang ajaib. Setiap anak kecil yang masuk dijamin nangis karena gantungan di plafon adalah dendeng kering dari usus, jeroan dll, plus lukisan, patung dengan gantungan debu yang bergoyang indah kalo ditiup angin. Tidak ada tipi, jamnya mati diangka 7. Katanya angka ini pas, kalo bangun kesiangan belum tengah hari kalo malem nggak larut banget. Sebetulnya, saya bisa disitu karena diajak sahabat saya, yg 'keponakan kesayangan' sang seniman. Penyambutan pertama yg selalu saya ingat adalahi "Lo tidur di kamar yang ini aja Wun, HANTUNYA nggak terlalu ganas. Kalo dikamar lain, lo bisa ditarik-tarik dan dicubit-cubit sampe bangun". Huaa! . Pokoknya "wangi" rumahnya nggak bakal saya lupa.

Sejujurnya, banyak hal yg nggak terlupa. Dimulai dari persohiban saya dengan keponakan emasnya itu, dan kemudian merempet ke gerombolan teman-temannya, yg cuma 5-6 orang saja. Mereka adalah gerombolan manusia yang jiwa nyeninya membuat kita kehilangan antara batas waras dan nggak waras. Misalnya, ada satu orang yang tahan nggak mandi berbulan-bulan krn ngambek nilai ujiannya jelek. Dia bau juga nggak terlalu. Atau yang disebut keren dan fashionable adalah rambut rasta yang kramasnya berminggu-minggu sekali, itupun paling efektif pakai air laut. Dan cerita yg nggak bakal saya lupa, ketika mereka bercerita dengan seru soal perlombaan berbusana yg paling "yahud", dimenangkan oleh seorang yg hari itu, pakai t-shirt, celana jeans. Dari depan normal, tetapi ketika dia berdiri, tyt celana bagian belakang bolong, jd pantatnya bisa kelihatan utuh! atau cerita jendela kampus mereka yang bolong, sehingga saat hujan, ada yg memanfaatkan dgn bercuci muka pakai sabun dr dalam kelas. Dalam keseharian, berada seminggu bersama mereka, merupakan obat yang paling manjur dari segala obat antidepresi. Kami bangun nggak pernah lebih pagi dari jam 9. Salah satu akan beli nasi pucuk, lalu makan di teras, sambil menerawang jauh. Kemudian mandi yg bak airnya jernih (tp didasarnya ada sikat gigi, sabun, dan entah barang-barang apalagi). Kemudian, tidak ada yang rutin. Kadang saya diajak keliling naik motor yang tiap 20 menit mogok dan harus diganti gusi. Kadang hanya belanja kecil ke pasar tradisional. Kadang malas bergerak tapi ingin nyemil, kami memetik daun bayam liar dan mengorengnya dengan tepung. Dan banyak kegiatan lain yang sudah saya lupa, tapi kenangan itu tetap ada: Keindahan dalam kesederhanaan hidup.

--bbrp minggu kemudian: sayang nggak bisa dateng hiks hiks