Saturday, September 18, 2010

Teman Tidur

Dina tersenyum dihadapanku, sambil matanya berbinar menyelidik, dia melontarkan pertanyaan mengenai masa kuliah suaminya. Aku memang dulu mengenyam pendidikan yang sama dengan Bagus, pendamping hidupnya sejak 5 tahun yang lalu. Katanya ini cuma sebuah permainan, sambil menunggu yang lainnya datang. Dia tahu Bagus selalu dikelilingi wanita, terutama bila statistik mahasiswi jauh lebih banyak dari pada mahasiswa. Pembicaraan empat mata pertama kali dengannya.

Aku kenal Dina pertama kali beberapa bulan sebelum pernikahannya. Ke-duakali, aku datang bersama suami dan anakku ke perkawinan mereka. Lalu, aku pindah kota. Kami tidak pernah dekat, meski tiga kali aku pernah menyumbang untuk yayasan sosial yang dipimpinnya. Bagus sepertinya lebih senang begini.

Dina mulai menyebutkan nama.

Sarah. Katanya, seperti dugaanku. Sosok yang diperebutkan banyak pria. Bagus selalu membanggakan hubungan mereka yang hanya terjalin beberapa bulan.

Aku menunggu nama Hanni disebut. Tetapi tidak. Padahal Bagus mencumbunya bertahun tahun. Tidak ada yang tahu, selain aku. Nyatanya sampai saat ini.

Rani? tanyaku. Semua orang tahu bahwa Bagus sempat menghabiskan banyak waktu bersamanya. Rumor menyatakan bahwa mereka sempat bermain api. Dina hanya cemberut.

Orang orang mulai tampak berdatangan. Aku lalu memanfaatkan waktu yang tinggal semenit untuk bertanya tentang siapa yang masih dekat sampai sekarang. Sarah. Lagi. Dia selalu memilih Dina untuk menyelenggarakan kegiatan amal kantornya. "Mantannya donatur yang baik" Katanya mengerling

Gantian, ada rasa yang mengelitik hatiku. Memancing senyum. Miris. Ironis. Sepertinya permainan ini menyisakan satu hal: dia tidak tahu kalau dulu aku pernah jadi teman tidur suaminya. Kepadakulah, kata perjaka pergi dari dirinya.

No comments: