Wednesday, December 29, 2010

My Wish for 2011

Tadinya begitu sulit memilih hal yang saya paling inginkan tahun depan. Kesuksesan buku? Berhasil lolos sekolah yg saya mau? Anak tambah pintar? Saya tambah modis? Tambah Erotis? Bingung! Tetapi saat menulis ini saya sudah menemukannya.

Awal muasalnya sejak kemarin, saya pisah ranjang lagi yang kedua kali dengan suami sejak 2 bulan terakhir ini. Dia sakit lagi.

Semalam, kami sampai harus membatalkan undangan makan secara mendadak. Siang ini juga. Padahal keduanya merupakan segelintir orang orang tersayang yang masih terkontak dengan suami saya. (Kontak dia tambah lama tambah sedikit, sampai bisa dihitung jari saja krn sibuk, perubahan prioritas hidup, sulit bertemu gaya orang sini dll). Datang sakitnya cepat, kurang dari sejam, mukanya sudah sangat pucat dan tubuhnya menekuk bila berjalan seperti orang kedinginan. Saya curiga, dia kena virus lagi, yang memang banyak beredar di musim dingin. Sebelum-sebelumnya, suami saya memang mudah ketularan penyakit, kekebalan tubuhnya sepertinya tipis. Tetapi musim dingin kali ini, dia keok, sudah tergeletak dua kali karena Grippe. Dan kata dokter tadi pagi, dia memang kena Grippe lagi + Gastro (sakit perut) + Otite (radang telingga). Semula saya suka capek karena kalau dia sakit, saya takut anak saya ketularan juga, padalah Matheo sudah kena flu dan batuk terus winter ini. Kalau sampai saya juga sakit, bisa berabe.

Saya suka cerewet suruh dia minum vitamin, makan sayur. Suami saya juga sudah berusaha olah raga untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Tapi tidak ada yang manjur. Seharian ini dia berkata, sambil matanya berair.
"Kenapa saya sakit terus?"
"Libur juga sakit"
Juga permintaan maaf kepada orang orang yang dibatalkan makan barengnya. Dia juga minta maaf sama saya
"Desolé ya, semua cancel. Sepertinya Tahun baruan ini, kita juga nggak bisa terlalu merayakan. Nggak jadi masak besar ya. Mungkin saya belum enak makan. Desolé encore"

Dan kekesalan saya berubah menjadi iba. Dalam ketegaran yang saya cari-cari, saya memikirkan teman yang terkena kanker, atau teman yang kehilangan suami akibat penyakit Angin duduk. Paling tidak penyakit suami tidak mematikan. Biar sering pun saya rela, asal selalu bangun setelah tidur.

Kemudian saya menemukan keinginan yang dulu sering saya anggap klasik

SEMOGA TAHUN DEPAN DIKARUNIAI KESEHATAN BAGI SELURUH KELUARGA SAYA

SELAMAT TAHUN BARU SEMUA!

Monday, November 8, 2010

BELAJAR MENGENAL HURUF

seorang bocah nyaris gundul sedang menyusun puzzle huruf sambil sesekali pamer pengetahuan kepada ibunya. "C'est M. C'est D comme Dinosaur". Dia sudah hafal semua huruf besar dan kecil. Padahal dia baru berumur 3 tahun 4 bulan dan disekolahnya yang baru berlangsung 2.5 bulan mereka baru belajar mengenal warna.

Apakah sang ibu bangga?

Tentu. Dipandanginya anaknya itu, diputar putarnya puzzle huruf "lihat ini W. Dibalik jadi M. Huruf itu lucu ya?". Kemudian mereka tertawa-tawa. Di dalam hati ibunya tumbuh bunga yang harumnya melebarkan senyum dan mengemerlapkan pancaran mata. Saat seperti ini tidak pernah di duganya. Sekitar 4 bulan yang lalu si ibu sempat cemas karena sang anak termasuk sangat pendiam, kosakatanya cuma satu dua, sangat terbelakang dari anak anak lain seusia. Dia tahu mungkin karena anak lelaki bicara lebih lambat, mungkin ditambah bahasa yang dipelajarinya juga dua. Tapi orang tua ya orang tua, selalu saja kuatir soal anaknya.

Apakah si ibu jenis manusia ambisius?

Mungkin, sedikit, tapi sepertinya jauh dari Terlalu. Dulu, dia tahu banyak orang tua obsesi mengajarkan anaknya baca tulis sedini mungkin. para guru TK di Indonesia seperti terbebani tugas yang seharusnya masih belum tentu dapat dipenuhi laju kognisi anak, seakan lupa bahwa setiap anak adalah berbeda. Setiap anak layak mendapat penerimaan yang utuh. Seleksi SD mengharuskan anak sudah bisa baca dan tulis, bahkan menghitung. Dia pernah bersumpah tidak akan memaksa anaknya, apalagi mendidiknya terlalu keras sehingga dalam bayangnya, tindakan ini akan melahirkan generasi ambisius dan gampang tertekan.

Jadi, huruf-huruf pun terkenalkan secara tidak sengaja. Anaknya dulu suka sekali menganggunya saat di depan komputer, akhirnya dibelikan komputer untuk anak kecil: Genius Malice bikinan V-tech. Sekedar supaya bisa nge-blog dan fb... Selama berbulan-bulan mainan itu diabaikan sang anak, sampai suatu kali, yaitu 2 bulan yang lalu, dia mulai mengandrunginya. Jenis perhatian si anak memang cukup panjang. Saat umur 18 bulan dia bisa berkonsentrasi 20-30 menit menyusun mobil dalam berbagai bentuk garis, lurus , melengkung. Ini pun ternyata dia kerajingan. Bangun tidur "Lettre. Lettre!" (huruf. huruf). pulang sekolah juga langsung nangkring di depan komputernya itu. Dan ternyata komputernya punya metode yang bagus dalam mengajarkan huruf. Plus dibelikan puzzle satu, dikasih teman satu, lengkaplah segala permainan huruf. Si anak juga pernah ngambek minta dibelikan buku yang ada stiker hurufnya saat dibawa mami papi ke toko majalah. Oia, si mami papi juga jadi bangga dan mulai memuji anaknya karena telah membuat cucu mereka terlihat maju.

Lalu kecemasan si ibu hilang dengan adanya kemajuan ini?

Belum. Dia tanya ke gurunya di sekolah, apakah "terlalu cepat" tidak memiliki efek samping pada perkembangan anak? Dijawab, tidak dan lanjutkan. kemudian si ibu bilang kalau dia mulai melanjutkan dengan menyambungkan huruf huruf itu, lalu si guru berkata lantang "Jangan. itu masih 1.5 tahun atau 2 tahun lagi". Hahaha ternyata memang ribet jadi orang tua!

Akhirnya?

Si ibu mengaku kalau itu adalah saya. Dan si bocah itu adalah Matheo.

Selanjutnya, setiap kali saya memandang anak saya, kebanggaan yang hadir saya coba rekam sebaik-baiknya, di ingatan saya yang terdalam dan terlama, sehingga kelak, bila anak saya suatu saat nanti sedang berada dalam roda yang bawah, saya tetap dapat memandangnya dengan bangga. Sampai kapan pun dalam kondisi apa pun. Je t'adore!

Tuesday, October 19, 2010

LOMBA COVER




















COVER 1 --- COVER 2

Sebuah novel yang menceritakan persahabatan 3 orang wanita perantau dari Indonesia di Abu Dhabi, sebuah kota metropolitan yang berazaskan Syariat Islam. Buku yang dituliskan berdasarkan kejadian nyata, dari kenyataan yang kami lihat dan riset yang kami lakukan.


SINOPSIS


Mirage atau Fatamorgana merupakan sebuah fenomena yang mungkin bisa mewakili sepenggal masa dalam hidupku di suatu negeri yang gemerlap: Abu Dhabi. Kota yang memang memiliki julukan sebagai negeri Fatamorgana. Tiada asap tanpa api berlaku bagi pengambilan ini yang sepertinya tidak diambil secara sembarangan. Fatamorgana dijelaskan sebagai suatu kejadian optik yang biasanya terjadi di tanah lapang yang luas seperti padang pasir. Dan benar, padang pasir yang luas mengelilingi Abu Dhabi. Fatamorgana dikatakan juga terjadi dari pantulan langit yang disampaikan oleh udara panas yang berfungsi sebagai cermin. Kenyataannya, musim panas Abu Dhabi bisa mencapai 49°C. Bila kemudian fenomena yang terjadi di sekitar gurun pasir digambarkan banyak menghasilkan bayangan serupa air atau oasis, apakah gemerlap kota cosmopolitan yang aku lihat itu tidak nyata? Aku - Chloé - bisa katakan itu nyata. Tapi gemerlapnyalah yang fatamorgana, dibalik itu terdapat bayang-bayang gelap, sama seperti koin dua wajah. Di luar cemerlang, dibaliknya berbayang.


Di sana, aku bertemu dengan berbagai kumpulan manusia, penduduk lokal dan berbagai kalangan pendatang seperti aku. Tak mengherankan bila kegemerlapan selalu menjadi daya tarik, laksana madu bagi kumbang. Masing-masing datang dengan harapannya, apakah itu mencari cinta, mengumpulkan materi, atau sekedar melarikan diri dari kehidupan yang tidak menyenangkan sebelumnya. Semua tergoda oleh megahnya gedung-gedung, pesta, padang pasir yang menawan, atau pantai yang indah. Awalnya tidak disadari bahwa semua adalah bayangan semu seperti asal kata fatamorgana yang diambil dari bahasa Italia. Terilhami nama saudari Raja Arthur, Faye le Morgana, seorang peri yang bisa berubah-ubah rupa. Selaras dengan itu, Abu Dhabi juga memiliki rupa gelap yang bernama penyelewengan, penyembahan materi yang berlebihan, aturan tanpa toleransi dan kriminalitas.

Bagaimanapun, begitulah kehidupan. Naik turun, diselingi oleh bayang yang menjadikannya sempurna. Meski yang namanya cobaan tidak pernah mudah dilalui, terutama saat awan gelap menimpa sahabatku tercinta- Entin dan kakak dalam batin - Siti. Siti menjadi korban kriminalitas yang dilakukan oleh orang yang tak terduga. Entin dengan kisah cintanya yang berkerikil tajam. Semua itu bagian dari pelajaran yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Setahun terlewat sudah.

Sunday, October 10, 2010

Chipendale dan Writer's Block

-Mudah untuk menjawab pertanyaan tentang kelebihan yang aku punya: tubuhku yang bagus. Otot ototku tidak sebesar atlet binaraga tetapi bentuknya lebih bagus lain, natural dan selalu berhasil membuat wanita mana saja tak tahan untuk tidak menyentuhnya. Perutku rata dengan kotak kotak sempurna. Belum lagi beberapa bulu halus yang menghiasinya. Semua itu berpadu dalam proporsi yang seimbang. Aku cukup tinggi tetapi tidak sampai menjadi raksasa besar. Orang orang bereaksi berbeda beda dengan kondisiku, ada yang iri, ada yang mencibir tetapi kaum wanita akan terpesona kepadaku, kecuali kalau dia buta.

Untuk wajah, aku akan mengutip banyak kata orang: mukaku ganteng. bla, bla, bla, bla

**
(ampun deh! jijay bajaj! harus dihapus. it's a must!)

**
-Pekerjaan ini adalah anugrah dari surga. Jean Baptise melakukannya dengan sepenuh hati. Setiap penikmat dapat merasakannya dari detik detik yang terbangun saat dia melepaskan satu per satu helai pakaian yang membalut tubuh six pack nya. Dan dia menikmati panasnya suasana ditingkahi teriakan para wanita. Mereka seperti sekumpulan manusia yang diberi pil ekstasi bahagia. Lalu, apa salahnya bila dia bangga menjadi penari telanjang?

**
(Beqqqq. norak. mending dihapus juga kali?)

**
Ide cerita tentang Penari Telanjang Pria ini sudah menancap di kepala saya lebih dari sebulan yang lalu. Tetapi dua diatas adalah awal menulis, yang terus buntu. Tidak ketemu kata selanjutnya, bahkan kata yang sudah ada saja rasanya pengen dihilangkan. Mungkin ini yang sebagian disebut sebagai WRITER'S BLOCK. Dari sebuah buku, gejala ini dianggap normal untuk sebagian besar orang, meski beberapa mengatakan bahwa ini hanya alasan untuk bermalasan. Yang pasti gejala ini ditemukan pada penulis dimana dia kehabisan ide, nggak punya ide atau nggak nemu kata-kata yang cukup bagus untuk ditulis. Sehingga Penulis berhenti menulis. (sejujurnya saya lagi kehilangan kemampuan nulis cerita panjang/novel saat ini. plus tulisan diatas). Penyebab Writer's Block bisa jadi karena target yang terlalu tinggi, takut dicela, kena depresi, pacar punya simpanan lagi, kucing mati kecebur got, menang lotere tapi takut dosa dan lainnya. Dikatakan pula bila ini biasanya hanya SEMENTARA. Hmm.. Sementara?

**
(Sementara bilangnya Writer's Block, sementara berhasil juga bikin postingan ini. Nggak Konsisten namanya *Sibuk-sendiri-sibuk-sendiri).

**
(Sementara sibuk sendiri, kok bisa ngaku ngaku diri sebagai Penulis? heh?! Dasarnya apa? dasarnya apa? wakakakaka)

**
Sementara Penulis lagi sibuk sendiri, Tokoh sedang menghadapi kesulitan dengan celana aksinya yang seharusnya sekali tarik langsung copot. Sementara itu, pada penonton wanita sudah mendelik gemazz.

Saturday, September 18, 2010

Teman Tidur

Dina tersenyum dihadapanku, sambil matanya berbinar menyelidik, dia melontarkan pertanyaan mengenai masa kuliah suaminya. Aku memang dulu mengenyam pendidikan yang sama dengan Bagus, pendamping hidupnya sejak 5 tahun yang lalu. Katanya ini cuma sebuah permainan, sambil menunggu yang lainnya datang. Dia tahu Bagus selalu dikelilingi wanita, terutama bila statistik mahasiswi jauh lebih banyak dari pada mahasiswa. Pembicaraan empat mata pertama kali dengannya.

Aku kenal Dina pertama kali beberapa bulan sebelum pernikahannya. Ke-duakali, aku datang bersama suami dan anakku ke perkawinan mereka. Lalu, aku pindah kota. Kami tidak pernah dekat, meski tiga kali aku pernah menyumbang untuk yayasan sosial yang dipimpinnya. Bagus sepertinya lebih senang begini.

Dina mulai menyebutkan nama.

Sarah. Katanya, seperti dugaanku. Sosok yang diperebutkan banyak pria. Bagus selalu membanggakan hubungan mereka yang hanya terjalin beberapa bulan.

Aku menunggu nama Hanni disebut. Tetapi tidak. Padahal Bagus mencumbunya bertahun tahun. Tidak ada yang tahu, selain aku. Nyatanya sampai saat ini.

Rani? tanyaku. Semua orang tahu bahwa Bagus sempat menghabiskan banyak waktu bersamanya. Rumor menyatakan bahwa mereka sempat bermain api. Dina hanya cemberut.

Orang orang mulai tampak berdatangan. Aku lalu memanfaatkan waktu yang tinggal semenit untuk bertanya tentang siapa yang masih dekat sampai sekarang. Sarah. Lagi. Dia selalu memilih Dina untuk menyelenggarakan kegiatan amal kantornya. "Mantannya donatur yang baik" Katanya mengerling

Gantian, ada rasa yang mengelitik hatiku. Memancing senyum. Miris. Ironis. Sepertinya permainan ini menyisakan satu hal: dia tidak tahu kalau dulu aku pernah jadi teman tidur suaminya. Kepadakulah, kata perjaka pergi dari dirinya.

Tuesday, September 7, 2010

Sendiri Dirundung Sepi

Dahulu, sendiri bukanlah sepi
Dia tak bermakna
Kedatanganmulah yang menyadarkanku
bahwa dua lebih baik dari satu
Kau janjikan kelip bintang yang tak terjangkau mata
Kau kenalkan aroma nafas yang menyempurnakan jiwa

Detik berlalu, bulan berganti
Dan ragamu kembali berkelana
Meninggalkanku di nyata ini
Kini, sendiri tak sama lagi
Sepi
Nelangsa


Maka biarkan aku bertanya
"Mengapa orang se-elok engkau sudi mampir dalam hidupku?"
Bukan hadirmu, Sebentarnyalah yang aku benci
Dan tak tahukah kamu
Hanya dengan bayangmu, aku mati perlahan
Tersobek, Tersayat
Karena Harapan bukanlah sebuah mainan

MUKA PEMBANTU

Berawal dari satu tulisan seseorang di blognya yang membahas tentang teman temannya wanita indonesia yang berpasangan dengan bule, baik pacaran maupun married. Menurutnya, mereka terlihat sok, lupa sama nasionalisme dan hanya mengejar materi. Biarin aja deh dia berpikir begitu. Salahnya sendiri kenapa juga cari temen yang ajaib begitu. Memang ada sih orang orang seperti itu tapi kan nggak semuanya. Kalo sekedar mau cari materi, kenapa juga musti sama bule. Kan nggak semua orang bule kaya. Bule berimage kaya, itu saat di negara yang mata uangnya lebih lemah aja kali. Mending cari jurangan minyak dari Brunei, atau Engkong engkong pemilik perjudian. Kalo urusan sok dan lupa sama nasionalismenya, emang segampang itu menilai nasionalisme seseorang? Lah penulis aja kuliah dan bangga dengan background kerjanya di perusahaan multinational. Jadi pembahasan tentang ini saya anggap selesai saja.



Yang seru yaitu komentar orang orang terhadap tulisan itu. Satu orang langsung deh teriak «iya saya heran kenapa para bule sukanya sama perempuan yang tampangnya kayak Pembantu». Weith!! PEMBANTU! Saya sih langsung menduga yang nulis kemungkinan besar adalah pria yang daerah teritorialnya terganggu. Kucing aja bisa melolong lolong marah kalo kucing tetangga masuk daerah jajahannya kan? Hehe. (tentunya nggak semua pria yang berpikiran sesempit ini). Selain mikir, saya jadi teringat masa lalu. Cie … Kalimat beginikan udah dari jaman dulu kala hidup di kalangan masyarakat. Dan sebagai warga masyarakat, saya sendiri ikut terkontaminasi. Sempat saya minder dulu. Gimana nggak, saya dari SMP udah sering di senyumin bule yang papasan di jalan. Padahal saya nggak senyum duluan lho. Lah masih culun gitu. Berarti saya tampangnya Pembantu sejati dong?



Sebenarnya apasih definisi bertampang Pembantu? Pasti sulit menemukan orang yang bisa menjelaskan dengan gamblang. Ataupun tega mengatakannya... Mungkin juga nggak mudah untuk dirumuskan. Tetapi ada satu komentar yang keliatannya ngelink dengan yang diatas «yang saya sayangkan, mengapa juga perempuan yang cantik banyak juga yang masih mau sama bule». kalau dikaitkan secara paksa, berarti tampang pembantu adalah tampang jelek. Nah kalo jelek lebih gampang tuh. Kita pake definisi lawannya saja yaitu Cantik (karena orang indonesia sungkan menyakiti hati orang lain bukan?) . Ciri ciri cantik dimata orang indonesia : berkulit putih/terang, tinggi semampai, rambut lurus. Jadi Jelek adalah kebalikannya, sehingga ini jadi lebih mudah dijelaskan. Prinsipnya dimana saja sama: orang tidak pernah puas. Orang kulit gelap pingin putih. Orang kulit putih ya sukanya sama yang kulitnya gelap, Asia kalo perlu Afrika. Keriting bukan kekurangan, pendek tidaklah jadi hambatan. Bahkan hidung pesekpun masih mending dari pada yang mancungnya ketinggian. Lagipula, jelek kan relatif, kalau jahat absolut. Jadi masih mending punya tampang pembantu/jelek daripada tampang penjahat.



Lalu, kalau yang dimaksud tampang Pembantu adalah tampang Jelek. Aih aih, kasian amat ya para pembantu. Udah gajinya dikit, kerjanya keras bener, kadang pake dimaki maki masih tega juga dikatain tampangnya jelek! Padahal nggak semua pembantu jelek kan. Ada yang biar kulitnya gelap tapi wajahnya manis. Oleh sebab itu mungkin anda bisa memperingatkan kepada pembantu anda: jangan sampai married sama bule ya, nanti selain statusmu yang pembantu, tampangmu di cap pembantu juga. Pembantu sampai tulang sumsum! Meski siap siap si pembantu bisa aja menjawab: nggak papa deh Bu jadi pembantu sampai tulang sumsum kalo bisa dapat Brad Pitt atau Jude Law :-D



Sebenarnya kalo emang mau adil dan ilmiah, mungkin perlu juga dibuat penelitian tentang definisi ini. Sekaligus si pengkomentar komentar diatas dijadiin responden. Yang dinilai sejejeran perempuan perempuan indonesia: pembantu, bukan pembantu, pacar bule, pacar pribumi. Dengan penampilan yang dibikin setara tentunya. Apakah memang bisa membedakan secara tepat? Soalnya kalo dilihat dari kebalikannya, teman teman saya disini (wanita indonesia istri bule), tampang or penampilannya lain lain. Ada yang kulitnya gelap dan pesek seperti saya, ada yang manis dan cantik, ada yang Cina, dan sebutkanlah segala variasi perempuan indonesia di sekitar anda.

Akhir kata, yang diputuskan yang di Atas kan ada tiga: Hidup, Jodoh dan Mati. Nah artinya urusan jodoh kontrolnya nggak 100% di kita. Mau jungkir balik ngecengin bule, kalo garis nasibnya dapat non bule, mungkin juga kan? Sama aja dengan orang yang santai santai aja tiba tiba dapat bule. Apalagi kalau cinta udah berbicara.. mau tampang pembantu apa nggak ya nggak penting lagi. Bukan begitu bukan... Love Meluwluw...



Jujur deh, ada nggak sih yang pernah berpikir saya tampangnya pembantu? Terus, coba sharing bagi yang ternyata punya definisi kata kata ini secara gamblang. Lucu juga kali :-)

Jasa Peramal Jodoh

Senja masih muda. Matahari baru saja beranjak pergi ke peraduannya. Reni terbaring dengan kaki digoyang gelisah. Tangannya tak henti melinting poninya yang sudah dari tadi kusut. Dia sedang di apartemen Lara, sahabatnya yang sudah dekat sejak 8 tahun lalu, sampai mereka saling memanggil 'teman tua'

« Sudahlah. Nggak usah terlalu dicemaskan » hibur Lara
« Maunya sih. Tapi gue cemas banget nih! Pasti tu bokap gue pake kesempatan ini buat ngocehin gue macam-macam. Mana gue nggak boleh ngomong sama Tante Leni lagi »
« Wah tumben percaya banget sama peramal hehe »
« Ah lo juga kan... Udah sampe mana tuh treatment yang lo jalanin. Gimana, udah belum dimandiin pake air kembang? »
« Sialan lo. Malah ngeledek. Iya sih. Parah tuh Tante Leni. Hidup kita jadi aneh gini. Gue sih udah ngomong sama eyang gue. Katanya minggu depan pas tanggal jawa bagus. Hmm »

Lara sekarang yang giliran mendesah. Sebenarnya mereka berdua bukanlah jenis orang yang dekat dengan dunia paranormal apalagi mempercayainya. Mereka selalu berhasil menolak ajakan teman-teman lajang di kampus maupun di tempat nongkrong, yang sering mengatakan bahwa perempuan yang sudah diatas 30 tahun dan masih jomblo, biasanya memiliki 'dosa' di tubuhnya. Dosa itu harus dibersihkan agar badan tidak 'kotor' dan jodoh jadi mendekat. Mereka berdua hanya menertawakan hal itu. Para paranormal pasti hanya mencari rejeki dari orang orang yang sedang resah oleh desakan lingkungan. Lagipula, kalau jodoh belum datang, apa salahnya jadi jomblo? Toh setiap hal selalu ada sisi positifnya. Paling tidak yang namanya single, punya kebebasan lebih banyak.

Tante Leni di datangi oleh Lara 3 bulan lalu. Lara terjebak teman fitnessnya yang meminta dengan sangat supaya ditemani, dengan alasan tempat Tante ini dekat, sekalian menunggu kelas gym berikutnya. temannya berpromosi, bila kemampuan ramal kartu tante ini menakjubkan. Paling tidak begitu beberapa orang di kantornya bercerita.

Sampai di sana, Lara yang tadinya hanya duduk disamping sahabatnya yang sedang diramal, akhirnya tertarik mencoba garis nasibnya dibaca.

« Kok bisa lo ikutan? » Tanya Reni dua hari setelahnya kepada Lara
« Abis ajaib banget. Itu tante bisa tau kalo sohib gue itu nggak pernah sholat. Nggak akur sama ibunya. Padahal dia belum cerita apa apa. Jadi gue pikir, kenapa nggak sekalian. Toh cuman di baca kartu doang. Lagipula kelihatannya si Tante ini bukan paranormal 'tukang peres'. Nggak ada tuh yang disuruh mandi kembang, kirim bunga ke kuburan atau apakek »
« Hehe. Yah, bikin penasaran juga ye »
« Iye. Nah problemnya, gue pikir gue cuman di suruh sholat kayak temen gue. Kan gampang tuh. Gue kan emang nggak terlalu terikat sama upacara gitu. Mending jalan Islam lah »
« Iye elo gitu lho. Tahun baruan aja malah ke pesantren!  Haha »
« Nah. Ini malah gue disuruh mandi kembang! Gue sekarang lagi mikir berat nih. Gue jalanin apa nggak. Kata si tante, gue musti mendekat sama akar gue. Di keluarga gue ada yang punya kemampuan spiritual lebih. Itulah yang bikin gue kaget! Kan eyang gue benernya sudah nawarin itu ke gue dari lama tapi gue cuekin. Terus, itu tante pembukaannya aja langsung bilang kalo gue berdarah biru! Gila! Gue kan paling anti tuh ketahuan. Jaman modern gini »
« Hah! Lo orang keraton emangnya? »
« hehehehe... iye. Nyokap gue turunan langsung salah satu pangeran di keraton Yogya »
« Hah! Jangan bilang gue lo, kalo lo keturunan yang lingkupnya di dalam lingkaran keraton?! »
« hehe... iya... gelar nyokap gue Raden Ajeng»

Selanjutnya, bisa di tebak. Reni beralih merengek-rengek agar di ajak ke tempat Tante Leni itu. Perasaannya tergelitik. Dia ingin tahu jenis ramalan yang diperuntukkan baginya. Apalagi saat itu sebenarnya dia punya projek: mencoba mendapatkan calon suami dari benua lain, yang kulitnya berwarna putih.

Reni tidak bisa melupakan saat saat itu. Tante Leni memainkan kartunya. Pembukaannya persis sama dengan ringkasan hidupnya. Berbagai pria pergi, yang semuanya Renilah yang memutuskan. Kata Tante mereka memang bukan jodohnya, selalu ada perselisihan yang sangat prinsip. Lanjutan ramalan, semakin membuat Reni terbelalak. Dia sengaja tidak bercerita banyak kepada Tante, tetapi kartunya bisa mengungkap hal yang penting dan pribadi. Dalam hati Reni juga berdebar karena ada ketakutan dia akan disuruh mandi bunga atau sholat. Keduanya bukan hal yang sanggup menarik minatnya.

« Engkau akan berhubungan dengan orang jauh. Dari Sumatra atau mungkin luar negeri » « Hubungan kalian akan pakai surat dan pos »
« Email termasuk kali ya Tante » Ingatannya melayang kepada pacarnya sekarang yang berada di Amerika, ribuan kilometer jauhnya. Hebat nih tante, batinnya. « Bakal lanjut serius nggak Tante? » tanyanya gusar.
« Bisa. Tapi ada satu hambatan. Dalam dirimu »
Dukces! Jantung Reni serasa meloncat. Inilah 'moment of the truth' yang mengarahnya pada sebuah titah yang harus dilakoninya.
« hmm. Kalo aku musti ngapain tante? »
« Kamu punya ganjalan nih, hubunganmu dengan ayahmu penuh amarah. Kamu musti sujud di depannya. Dia duduk, kamu sungkem. Kamu cuci kaki ayahmu dengan air bersih. Nanti airnya kamu minum sedikit dan kamu harus dengarkan apa yang dia katakan. Waktunya harus di tengah malam... Gimana, ngerti nggak? Karena restu orang tua itu hal yang nggak bisa ditawar»
« Hmm... ngerti Tante... eeee.... » Reni hilang kata.
Saat Tante sempat menanyakan mandi kembang bagi Lara, pikiran Reni sudah berkelana kemana-mana. SUNGKEM KEPADA PAPA? Ini jauh lebih parah daripada harus mandi bunga atau pun sholat dan berpuasa.
Papa.... Gumamnya dalam hati

Papa bagi Reni bukan sosok orang tua yang biasa. Sosok orang tuanya yang satu ini sulit didefiniskan olehnya. Disatu waktu ayahnya tampak sayang padanya, di lain waktu perilakunya sering membuat Reni merasa dikhianati. Dia tidak pernah bisa memaafkan saat papanya menjalin affair yang sempat membuat mamanya sakit sakitan. Setelah itu berlalu, ada saja yang dilakukan papanya itu. Judi, Alkohol seperti lupa pada keluarga. Meski sekarang papanya sudah insaf dan menunjukkan itikadnya untuk hidup lurus, Reni tetap tidak bisa berdamai. Tidak pula saat mamanya pergi ke Ilahi, tidak pula sekarang.

Tanpa perlu dibahaspun, kedua orang ini saling tahu bahwa mereka memendam emosi. Reni marah secara tertahan kepada sang ayah. Sang ayah mengetahui tetapi seakan akan tidak tahu bagaimana harus membawanya ke suasana dialog. Dan memang begitulah yang terjadi.

Selama ini Reni selalu menghindari kontak pribadi dengan papanya. Saat mereka bersama di depan televisi atau meja makan, pembicaraan lebih bersifat global macam politik dan ekonomi. Hanya sesekali papanya menasehatinya untuk lebih serius mencari jodoh, karena umurnya sudah 'tinggi'. Tetapi Reni hanya mendengus. Orang ini bukan orang yang tepat untuk menasehatiku lagi, bisik kepada dirinya marah.

Begitulah sifat hubungan mereka selama bertahun-tahun sampai kartu Tante berbicara. Sampai Reni mempercayainya dan takut atas kemungkinan buruk yang terjadi bila tidak dilaksanakannya. Dia mulai mencintai pacar jauhnya dan berharap banyak pada hubungan mereka.

Di hari yang sama dengan pembicaraan gelisahnya dengan Lara. Reni bertanya kepada papanya dengan canggung, tentang kesediaannya menjalankan ritual sungkem ini. Tak dinyana, orang tua itu menyambutnya dengan bersemangat.
« iya. Kenapa tidak?! Nanti kamu siapin aja ya »
Sungguh reaksi yang membuat Reni gelisah berat dan langsung meluncur ke apartemen Lara. Dia sudah membayangkan akan adanya sebuah pidato yang tidak bisa dibantahnya. Dia tidak akan terima bila ada perkataan yang nantinya hanya akan menambah marahnya. Orang tua patriakan itu. Jelas jelas dia akan memanfaatkan situasi ini. Dia pernah bicara kalau orang tua tidak penah salah. Bah. Umpatnya dalam hati

Kembali dari tempat Lara, beberapa jam kemudian, saat senja sudah pergi dan bulan bersinar diatas langit. Tengah malam. Reni menjinjing baskom yang berisi sedikit air Aqua. Sudah disiapkannya sebuah bangku di tengah ruangan, dengan bersungut-sungut. Dia harus mengulang-ulang dua kata 'Harus Rela. Harus Rela'
« Pa. Waktunya » katanya mengetuk kamar
« Iya. Papa sudah siap »
Kemunculan orang tua itu begitu mengagetkannya. Wajahnya tidak hanya segar meski tampak belum tidur tetapi juga cerah. Baru sekali dilihatnya wajah secerah ini yaitu saat dia lulus masuk perguruan tinggi negeri.
« Papa duduk sini ya. Kamu sungkem kapan saja Kamu siap »
Reni pun berlutut. Kepalanya ditundukkannya. Jantungnya berdetak keras, berlomba dengan otaknya yang berkonsentrasi untuk menyuruh mulutnya agar tahan tertutup.
« Saat begini yang Papa tunggu dari dulu. Sebagai anak, kamu memang harus minta restu orang tua. Semoga Kamu mendapat apa yang kamu sedang inginkan. Papa selalu mendukung. Papa juga selalu berharap agar kamu bahagia. » dan berbagai kata kata restu lainnya yang tanpa cacat. Reni tercekat dalam tunduknya. Meski tak ada penjelasan ataupun maaf yang keluar dari mulut manusia dihadapannya, tetapi luapan ketulusan terpancar sempurna. Dia merasakan ketulusan hati ayahnya. Diam-diam matanya berair. Ingatannya melayang disaat dia ditimang, di lempar tinggi tinggi, di belikan mainan. Tak disangka perasaan itu begitu indah dan teduh, mengusir pergi amarah yang terpendam. Membuatnya lupa atas segala tuntutan perilaku ayahnya dulu. Membuatnya tak hirau kalaupun suaminya bukan pacarnya yang ini. Dia merasa sebagai anak yang berbahagia. Teduh. Utuh. Diberkati segala langkahnya. Bukankah itu sudah cukup?

Papa, aku memaafkanmu. Terimakasih teman tua, terimakasih tukang ramal kartu.

Reni pun berangkat ke peraduannya dengan senyum.

Tuesday, August 17, 2010

Gang Menpul, Pembentukan

Suara cempreng seorang pembaca berita infotainment berkumandang keras memenuhi ruangan tengah sebuah rumah. Background televisi ini lah yang menjadi pengalihan perhatian Wuni sesekali dari cecaran sang bapak.

Tidak seperti biasanya, kali ini si bapak banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Tentang kemungkinannya bersatu kembali dengan mantan tunangan, tentang calon suami yang seharusnya sudah dimilikinya di usia 29 itu, tentang segala kegiatannya. Menurut sang ayah, Wuni terlalu bersikap sulit dan keras terhadap seorang mantan tunangan yang sudah dikencaninya lebih dari 4 tahun. Sang mantan terkesan sedang banyak mendekati keluarganya untuk bisa kembali kepada hatinya yang sudah tertutup rapat.

"Kamu itu nggak keingat sama umurmu ya? kok ini malah selalu teman sama banyak orang. Lebih baik punya teman satu saja, tetapi serius. Mana pergi terus ke luar rumah"
Dan berbagai wejangan yang sangat tidak cocok oleh semangat kebebasan Wuni.

"Aku tuh kan kerjanya lepasan, makanya butuh punya banyak channel. Okelah lain kali, teman aja yang aku kumpulin ke sini"
Jemu Wuni berusaha beranjak pergi.

Tiba tiba telp berdering. Menyelamatkan.

"Mbak buat Mbak nih. Dari Yogya" Kata pembantunya memanggil.

Bapaknya hanya bisa geleng geleng. Dia sudah hapal tabiat anak sulungnya ini. Keras kepala. Meski dalam hal kemandirian tidak ada keraguan sedikitpun. Sebagai orang tua, dia hanya cemas anaknya lupa hal yang seharusnya dipikirkan seorang perempuan seusianya: mengejar jodoh. Akhirnya dia hanya mangut-mangut pura-pura nonton berita dari si cempreng Cut Joget.

Obrolan telepon pun terjadi.
« tgl 30 minggu depan lo ada di rumah nggak? Ada acara nggak ? » Tanya Susan.
« Hmm, kayaknya nggak ada apa apa deh. Kenapa say? Lo mau datang? »
« Iya. Hmm.. sebetulnya gue udah ngundang 20 orang anggota milist Dew. Sebagian besar udah ok. Nah, secara gue tinggal di Yogya sementara para anggota milist yang lain kebanyakan di Jakarta, jadi gue memberitahu mereka kalau acaranya adalah di rumah elo. Itulah kenapa gue nelpon karena gue baru sadar, kalau tinggal elo yang belum gue undang sekalian gue kasih tau. Btw, rumahlo bisa dipake kan? Hehe. Sorrynya gue kelupaan »

Wuni bengong sebentar. Tepatnya 5 detik.

« eh, iya bisa kok. Rumah kosong. Ntar gue suruh pembantu gue masak deh »
« Ok kalo gitu, sampai ketemu minggu depan. Gue bakalan datang sehari sebelumnya ya, naik kereta pagi. »
« Ok deh. Tapi jangan pagi pagi ye, lo kan tau gue bangunnya jam 8 »
« yah, jam 6 gimana dong? »
« Ya udah lo langsung masuk kamar aja, INGAT! jangan sampe gue bangun, lo langsung ikut tidur »
« ok deh. Cu »

Klik

Wuni membatin 'Dasar orang aneh'. Dia lupa kalau komplainannya ini pernah ditanggapi oleh temannya Pepi sebagai 'Bebek cari Bebek'

"Siapa Nduk?" tanya sang Bapak.
"Susan. Mau datang. bawa teman teman sekalian. ok kan? aku bilang kan tadi kalo mulai sekarang, aku kurangi pergi, dan ajak teman ke sini. ok kan?"
Bapaknya bingung harus menanggapi apa. Sepertinya anaknya salah arah atas pembicaraan mereka sebelumnya.
"Sekarang aku mau selesaiin laporan ya diatas"
Wuni langsung ngibrit menghindar.


**

Hari H, jam 7 malam.

Rumah berwarna warni itu tampak natural. Seadanya, sehawa dengan karakter orang orang yang tinggal di dalamnya. Letak mebel yang jumlahnya tidak seberapa di tempatnya. Makanan di jejerkan tanpa mengubah hiasan seperti tumpukan koran yang ada diatas meja. Karpet lumayan bersih setelah di kebut oleh sapu lidi, karena vacum cleaner sudah lama rusak. Kondisi ruang tengah persis seperti prinsip yang dijunjung tinggi para penghuninya, buktinya tergantung di salah satu poster yang dibingkai serius

'Home Should be Clean Enough to be Healty and Dirty Enough to be Happy'

Ting tong.
« Hallo saya Makapagal, pangilan Mang Jajang » masuklah seorang tamu dengan dandanan banci tampil. Rambut dibikin jemprik jeprik berdiri hasil kreasi gel lumayan kuat untuk melawan tekanan helm motor. T shirtnya bertuliskan 'I'm Cool!' dipadu dengan celana ketat kotak kotak. Tak lupa lehernya dihiasi oleh shall ala Muamar Kadafi. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni baru tahu kalo orang ini adalah salah satu keajaiban dunia pegawai negeri sipil di kantor Pajak.
Ting tong
« Benar ini tempat pestanya Susan? Saya Budiati, pangil saja Dear Lola » masuklah seorang perempuan pake highheel, apik, modis, dan auranya supel. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu cewek ini banyak yang naksir karena daya tariknya yang cerdas di dunia maya. Dua korbannya, masuk kemudian.
Ting tong
« Susan ada? Saya Gunarto. Pangilan Wasir » masuklah seorang pria sederhana tapi formil. Tampangnya agak beda dari yang dua orang tadi, kali ini sirep jawa memancar kuat. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu pria ini isi otaknya hanya bisnis dan bisnis. Niat mulianya adalah memanfaatkan potensi orang orang yang ada disekitar, termasuk teman temannya yang menurutnya sia sia. Dialah satu satu korban yang kepincut dengan Dear Lola. Tapi Dear Lola nggak tertarik dengan Dear Wasir. Dan entah pake sirep apa sehingga sirep jawanya nggak mempan, Dear Wasir tetap senang berteman dengan Dear Lola
Ting tong
« Hmm. Yesus nggak lagi mampir ke sini kan? Nama gue Dimitri. Panggil gue … Kalo masih punya pertanyaan tentang gue, tanya aja orang orang, semua kenal gue kok. Tapi gue belum tentu kenal mereka » cerocos seorang yang tampangnya bisa mengalahkan You-Know-Who nya di cerita Harry Porter. Meski bukan itu yang membuat Wuni terkesima, tapi penutupan kalimat itu dibarengi oleh gerakan tangan yang seperti mau menembak! Beda sama koboi, cowok ini tubuhnya setipis papan gilesan, disempangi tas gantung, baju kemeja bermotif hawai dan celana kombor gaya 60an. Senyumannya yang menyeringai tapi pede balapan lebarnya dengan kacamata yang jaraknya cuman 2 cm dari tatanan rambut berminyaknya. Nggak perlu ngobrol, Wuni tahu kalau ini orang paling aneh abad 20 yang merupakan korban kedua Dear Lola.

Deretan tamu itu membuat Wuni tertarik. Semuanya tampak unik dan bervariasi, hanya satu kesamaan mereka: begitu masuk detik detik pertama tampak kaget. Semula ia menduga ini karena mereka terpesona dengan gaya rambut lintingnya yang mirip rasta. Rumus gaya ini memang selalu sukses. Teringat ketika dia masuk kampusnya tempat dia mengejar gelar master. Semua murid lain meliriknya heran. Wuni merasa keren. Tetapi sayangnya kemudian dia sadar kalau itu pemikiran keliru dan memanggil Susan.

"San!!! Lo yang bukain pintu dong. Orang orang pada bengong nggak kenal muka gue, dikirain nyasar kali mereka!"

Kemudian, berdatangan sisa undangan yang kalau ditotal pas 19 orang. Namun dari semuanya, hanya 3 lagi yang tercatat diingatan Wuni

"Ini kenalin. Andri. Pengacara handal" Kata Susan mengenalkan seorang pria kekar bertampang garang sedang tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih. Yang menarik selanjutnya adalah hobinya cuci piring dan bersih bersih.
"Ini namanya Forti. mahasiswi, tamu paling muda" yang disambut Dimitri dengan gaya menggangkat kacamata sambil berkata "aih, sini duduk deket Om"
"Ini Anahaj. Menado" bisa dikatakan tamu inilah yang paling terlihat kalem diantara yang lain.

Malam itu kemudian berlanjut dengan perebutan ayam bakar yang matangnya satu per satu, sehingga meski baru pertama kali bertemu, mereka tidak segan bertarung secara terbuka. Suasana rumah itu begitu hingar binar, penuh keceriaan. Sama sekali hilang kesan bahwa itu merupakan pertemuan pertama. Semuanya tanpa ragu menunjukkan muka aslinya. Muka nggak tahu malu.

Gerombolan manusia yang menarik, batin Wuni.


**

Hari H, jam 5 pagi.

Loteng rumah berwarna warni tersebut masih dipenuhi oleh 6 orang yang tersisa. Letaknya di lantai tiga yang lebar, terbuka untuk menatap langit. Sebenarnya bila siang hari, gambaran loteng itu tidak lebih sebagai lantai dari gedung yang pembangunannya terhenti akibat krisis ekonomi. Tempat untuk duduk dan tiduran hanyalah sebuah bale bambu yang besar, tanaman yang ada lebih banyak merupakan tanaman liar. Tetapi banyak teman teman Wuni menyukai tempat itu, cocok sebagai pelarian dari kota Jakarta yang sumpek. Terutama dikala malam menjelang pagi, langitnya yang indah menyajikan pemandangan yang keindahannya membuat lukisan terkenal pun tekuk lutut.

Pengunjung yang masih bertahan ternyata justru mereka yang pertama tama datang. Kesamaan status yang sungguh kebetulan: single dan semuanya tinggal di rumah kos sehingga hilang 3 hari pun tidak ada yang mencari. Kumpulan orang orang ini membuktikan kebenaran istilah Bebek Cari Bebek.

8 bebek sibuk berebutan bergaya untuk foto. Momen yang membuat mereka saling menemukan satu persamaan prinsip lain yang lebih mendasar: Brutal, Lugas dan mudah terbuka.

"Eh lo jangan menguasai kamera dong!!!" Protes Lola pada Wasir yang membuatnya hanya terlihat setengah muka saja.
"Bukan ghue lagi, tuh liat si Andry yang badannya segede artis binaraga nutupin gue juga"
"Enak aja lo! Kalo ngomong mikir dong! Gue emang badannya segini. Itu tuh si Jajang yang tangannya nutupin kita semua!" Kata Andry sambil nunjuk Jajang yang sedang bergaya macam Superman terbang.
"Lho kok jadi gue sih? Kenapa begituww? Kenapa begithuww? kalian cuma iri sajah sama gayah sayah" Sahutnya centil nggak mau ngerubah gaya.
"Haha. Ancur ancur banget sih! Cepetan tuh fix gimana, lampu kameranya udah kedap kedip, bentar lagi ngeklik" Teriak Wuni berusaha menenangkan gerombolan yang tambah nggak punya urat malu dan semuanya banci foto.
"Iya nih. Eh, mana si Dimitri?" Celetuk Susan Kalem.

Tersadar satu orang menghilang, para bebek saling lihat lihatan.. Tiba tiba muncul seorang pria ceking,kali ini kemeja hawainya tidak terlihat lagi
"Gue belum terlambat kan?! Pas dong ya Timing gue" Kata sosok Who Know Who yang kali ini penampilannya tambah ajaib. Dia pakai kemeja motif macan
"Macan kan gue... Cocoknya gue disini nih" Katanya ngeluyur tanpa dosa menutupi Jajang yang gaya Supermannya mendadak menjadi basi. Semua hanya bengong.
"Kok pada bengong sih?... Senyum dong! Gue emang sengaja bawa beberapa kostum. Antisipasi! Cheers!"

Klik

Akhirnya di foto itu, sebagian besar adalah muka Dimitri dengan latar belakang orang orang yang gayanya kaku dengan muka bengong. Kontras dengan pemandangan sunrise yang luar biasa indah

Huahahahaha! Serentak ketawa meledak keudara
"Juara gila lo!!!! " Akhirnya Jajang memecah kesunyian. Wuni maju memberi selamat pada Dimtri. Diikuti yang lain

"Wah sepertinya kegiatan serba berguna gini harus dilakukan sering sering nih" Kata Susan senang
"Setuju" Sambutan Wuni dan yang lainnya

Hari itu resmi sebuah Gang berdiri. Kelak mereka menyebut dirinya Gang Menpul atau terkadang Gang Katana. Tergantung dalam konteks apa. Yang pasti Wuni bahagia. Dia merasa menemukan segerombolan yang cocok untuk diangkutnya ke dalam rumah. Entah perasaan bapaknya. Urusan belakangan, batinnya riang.

Wednesday, July 21, 2010

Potty Training

Potty training alias Ngajarin pipi caca (baca: kaka, e'e', red) di dalam pispot ternyata adalah tahap yang bisa menjadi episode klimaks dalam urusan membesarkan balita. Memang banyak juga anak anak yang tiba tiba tanpa harus di didik apa apa sudah langsung bisa duduk untuk pipi dan caca dengan manisnya di tempat semestinya, tetapi kalau kebetulan kita dapat rejeki punya anak yang lumayan dablek akibat udah nyaman dengan pampersnya, training bakalan lebih 'asik'. salah satunya adalah matheo, putra saya tercinta. Sampai sampai saya terbawa menelaah kelakuan saya dulu terhadap orang tua dan mempersembahkan satu qoute untuk mereka: Berbaktilah kepada orang tuamu karena jasa mereka yang mengajarkan kamu pipi dan caca di toilet.

Pemilihan waktu untuk mulai melakukan potty training ini tergantung masing masing orang tua. banyak diantaranya yang di dorong semangat mengenyahkan pengeluaran tidak perlu karena mahalnya pampers. tapi saya sih nggak. bukan karena kaya, tetapi sebaliknya, saya dapat tunjangan pemerintah buat beli susu dan pampers sampai anak masuk sekolah. Nah, masuk sekolah! itu dia. Di Prancis sini, supaya bisa diterima sekolah, anak harus sudah lepas dari pampers. itu harus. secara saya juga sudah nggak sabar supaya bisa keluyuran lebih lama, maka tidak ada kata gagal, anak saya harus bisa lepas pampers dan bersekolah. lagi pula mau dikemanakan muka saya kalau sampai punya cap 'ibu yang anaknya ditolak sekolah'.

Maka memanfaatkan moment summer ini, saya mulai mendidik anak saya Potty training. Waktu saya adalah 2,5 bulan sebelum bulan september. Bulan anak sekolah masuk kandang.

Awalnya optimisme saya menjulang tinggi. beberapa teman yang saya tanya, memberi tips ringan saja: lepas pampers, kasih langsung celana, paling dia pipi caca berceceran, tapi maksimal 2 minggulah. beres! saya beli celana dalam 2 lusin. siapkan ember yang sudah diisi air plus sabun, juga pel disampingnya. pispot tersedia 2 macam: kecil dibawah dan penambah tinggi toilet normal. benar saja! si matheo pipi dan caca di celana berkali kali, berhari hari. hari pertama, saya masih bisa tersenyum sambil mengulang ngulang menjelaskan tujuan dari pendidikan ini. hari kedua, ketiga, nggak ada kemajuan, saya mulai mengurut dada. dada sendiri tentu saja. dan nafas mulai naik, nada suara juga. meski saya teringat pesan dari blog blog yang bilang, jangan teriak, nanti anak malah trauma. tetapi saya teriak juga. pasalnya, selain berkali kali membersihkan dimana mana, matheo bilang pipi sur le pot, tetapi hanya sebagai momen saya melorotkan celananya, terus dia lari lari kesenangan karena melihat emaknya selalu datang dalam keadaan tergopoh gopoh.

Saya tidak boleh putus asa, harus punya strategi yang lebih efektif.

Kemudian saya banyak konsultasi kepada teman teman yang sudah mengalami hal ini dan juga konsultasi beberapa milist (soalnya konsultasi sama mertua, paling cuma dibilang 'ah kl dulu suami kamu sudah bersih dari umur 1,5 thn, kan saya juga dah bilang dari dulu supaya kamu jangan nunda nunda'. sotoy ah). sekedar sharing saja:

- Website yang bagus: babycenter.com. lengkap. mulai dari cara melihat kesiapan anak dilatih potty training seperti: otot otot harus sudah siap untuk bisa mengendalikan dorongan buang air, mampu duduk stabil untuk beberapa menit, anaknya menunjukkan minat tertarik mengimitasi orang tuanya. meski buat saya, yang nggak bisa dilawan adalah sudah waktunya masuk sekolah

-Perlengkapan yang harus disiapkan: pispot kecil, penambah duduk di toilet normal. ada anak yang tertarik duduk di pispot kecil, tetapi ada juga yang maunya langsung di toilet besar.jadi siapkan juga tangga atau panjatan, tetapi jangan tinggi tinggi sampai 3 meter ya, yang penting cukup supaya anak bisa naik sendiri ke toilet itu. Tips juga bilang, untuk anak yang kelihatannya takut dengan toilet karena dimata mereka toilet itu kayak raksasa yang bisa menelan apasaja di dalamnya, maka hiasi toilet dengan menempel stiker transparan berdesain lucu dan bukan desain wajah Soeharto, nanti situ bisa kena cekal. Orde baru kale...

Satu perlengkapan tambahan yang ternyata berguna: celana potty training, jangan pampers training. pampers yang mengajarkan toilet training itu beneran nggak manjur! lebih baik pilih celana, karena dia membuat rasa tidak nyaman setiap anak pipis, tetapi tidak menyerap. bahannya hanya dari katun yang di dalam celana diberi plastik. bila anak sudah 'bersih' potty training ,sudah berhasil di rumah, celana ini bagus dipakaikan saat kunjungan ke luar rumah, atau saat main ke rumah orang supaya pipi nggak berceceran di lantai bila ada kecelakaan. harganya lumayan mahal 9-12 euros. di internet bisa lebih murah, tapi ada ongkos kirimnya bo.

-Contohkan bagaimana melakukan pipi dan caca. kalo perempuan ya emaknya. kalo laki ya babenya. supaya lebih meresap, tunjukkan video potty training yang ada di You Tube. ada beberapa tuh, gaya kartunnya bikin anak tertarik dan tertawa tawa. kalau anak laki masih memilih pipi duduk, biarin aja, pas sekolah dia bakalan diledek temannya dan ikut-ikutan akhirnya. nggak papalah diledek dikit, sekalian belajar kalau hidup itu keras.

-Beri penjelasan yang cukup sederhana dan berulang-ulang. disini saya baru menyadari kalau profesi emak adalah profesi yang berbusa busa. soalnya ada anak yang bicaranya belum banyak, jadi tampangnya ya plongak plongok aja, meskipun begitu dia bisa menyerap informasi. mau nggak mau kita harus percaya potensi intelektual anak kita. ulang beberapa kata kunci seperti 'pipi sur le pot' (pipis di pispot) 'pas sur le pantalon' (nggak di celana ya jek). matheo awalnya mengulang ngulang ucapan ini ternyata bukan sebagai peringatan, tetapi lebih karena dia mengulang kata kata yang baru dan disukainya, sama seperti ucapan 'attention, ada mobil lewat'. makanya, awalnya saya selalu terbirit birit kalau di ngomong begini, lama lama, saya amati ekspresinya, kl urat mukanya belom kayak ekspresi orang gagal dapet lotere, berarti belum urgent.

bila sudah mulai berhasil, maka kata kata kunci ini akan menjadi lebih rumit seperti 'pipi berdiri' 'caca duduk' 'boleh di kebon' 'jangan di celana'. kata kunci ini, saya bikin dalam bentuk gampar di buku stikernya.

-Sistem Stiker. Setelah beberapa hari penjelasan, bisa dilakukan dengan bantuan STIKER. MANJUR BANGET NIH. Sediakan juga satu buku untuk tempat menempel. Sebenarnya perlengkapan ini bisa beli di toko mainan sebagai paket seperti keluaran Disney, tetapi bisa juga bikin sendiri kok. hemat. toh anak anak nggak ngerti bedanya Louis Vitton sama Karung Goni.

Tujuannya sih supaya anak mendapat reward bila melakukan keberhasilan, selain tentu saja berilah puji pujian bila dia berhasil. Cara ini lebih baik daripada dikasih punisment seperti diteriakin maling tadi (bukan maling deng haha. meski kalo sesekali teriak terus nggak kenceng amat juga nggak papalah. Emak emak kan juga manusia). Anak boleh menempel satu stiker dibuku tersebut setiap kali dia berhasil pipi atau caca di toilet. Bila satu lembar sudah penuh, bisa awalnya 5 stiker terus lama lama menjadi lebih banyak, si anak berhak mendapatkan satu kado yang dia suka. ada orang tua yang memperbolehkan anak memilih sendiri mainan di toko. Kalau saya, karena matheo doyan mobilan , saya beli serentet mobil yang murah meriah aja, dikasihnya satu satu.Dihari pertama, saat dikasih penjelasan, dia kelihatan pelongga pelonggo khas anak bau kencur, tetapi di akhir hari ke dua dia sudah mulai mengerti. Dan 2 minggu setelahnya dia berhasil menjadi 'anak bebas pampers' di rumah. Sekarang kalau udah berhasil dia teriak teriak 'Stiker! Stiker!'. Sambil merasa lega, emaknya menjawab 'udah teriaknya jangan kenceng kenceng. Emang situ jualan stiker'.

-Timing dan Pemilihan tempat. Untuk mengenali sindrom mau buang air, si anak awalnya berteriak setelah beneran kejadian, kemudian berlahan jadi pas kejadian, dan lama lama beberapa detik saja sebelum kejadian. Paling jago kalo orang tua udah bisa baca tanda gesture si anak, tapi kalo nggak bawa saja dulu pispotnya ke mana mana karena kalo harus pulang pergi angkat anak ke toilet pasti dah telat. Sambil dia diberi tahu 'Kamu pipinya di sini ya'. baru setelah itu, pispotnya di taruh di toilet. Saya memberi beberapa alternatif bagi dia, di lantai bawah, hanya toilet. Di lantai atas, toilet dan kamar mandi. Ternyata setelah bisa buang air di toilet, pas di kebun dia harus diajarin khusus 'boleh pipi di atas rumput'. Pesing pesing deh!

Urusan timing ini juga berkaitan dengan tingkat keberhasilannya potty training, soalnya anak yang pernah nelen energizer di waktu reinkarnasi sebelum hidupnya, beneran nggak bisa diam. Jadi celana udah diturunin, eh dianya cuman tahan 5 detik maksimal, habis itu lari lari. Untuk menahan mereka supaya bisa sabar sampai nunggu pipi cacanya sampai keluar, beri tahu 'kadang kita harus nunggu', sambil dibacakan buku buku atau ngomentarin apa aja kek, kalo perlu cicak yang lewat.

Waktu buang airnya pun, tergantung strategi orang tua. secara kreatif, ada orang tua yang memancing pipi anak (krn prinsip belajar, semakin sering, semakin meresap) dengan memberi minum yang banyak dan setelah beberapa waktu diajak ke toilet. atau membasahi air sedikit di sekitar kemaluan, agar anak terpancing pipis. frekuensinya, kebanyakan orang tua yang menawarkan dan membawa anak ke toilet setiap sejam atau 2 jam, tetapi ada juga yang menunggu sampai anak minta buang air. bahkan untuk orang tua tertentu, mereka berepot repot membangunkan anak di waktu malam tidur, supaya malam juga bebas pampers. kalau saya, ingat cerita keponakan yang akhirnya di tahun ke lima minta copot pampers saat malam, di dorong keinginan menjadi anak besar. jadi matheo saya biarkan pakai pampers kalau malam.

Begitulah sharing buat yang mungkin membutuhkan. semoga matheo tidak mengalami kemunduran seperti cerita beberapa orang, dimana anaknya sempat bebas pampers kemudian tibatiba balik pipis sembarangan. kalo sampai ini terjadi... Gue masukin perut lagi kau Nak!

Tuesday, July 20, 2010

Evaluasi Perkawinan

Usia lima tahun pertama perkawinan, teorinya adalah masa penyesuaian terberat. bila lolos, kemungkinan awet selamanya semakin besar. fiuhhh, kelihatannya setelah lewat tahun ke empat, perkawinan kami tidak mengarah ke jurang perpisahan. Semakin kuat ikatan antara kami yang dibangun dari kekebasan berbicara, saling terbuka, penerimaan dan kesetaraan.

Konsep muluk muluk diatas, saya dapatkan semalam, setelah menonton seri How I Meet My Mother, sesion 3. Di episode itu Barney diganggu salah seorang wanita yang menghasut setiap perempuan yang sedang di rayu Barney. Barney yang memang sosok pria playboy anti married dan anti single partner kesulitan menidentifikasikan siapa perempuan itu. sampai sampai chart yang dibikinnya pun berakhir buntu. Ini akibat terlalu banyak perempuan yang pernah dikecaninya, yang di dokumentasikan dalam album photo. Setiap berkencan , ia mengambil foto polaroid dari para wanita itu.

Suami: lumayan lucu ya episode kali ini. Kita tidur?
Saya: Yuk (sambil merapatkan lingkaran tangan dipinggangnya yang semakin langsing akibat keseringan kena diare). Eh. btw, elo tuh kayak dia ya!
Suami: maksudnya?
Saya: elo kan selalu moto perempuan yang lo pernah kencani (teringat beberapa kali ketemu foto ia dengan mantan ceweknya yang tampangnya mirip artis di kalender gratisan para mbok jamu. Masa lalu adalah masa lalu, kata suami saya. Bener juga sih, tapi kan... TETEP AJA!!) -contoh kebebasan berbicara.
Suami: hehe iya bener -contoh keterbukaan
Kami sama sama tertawa -contoh penerimaan
Suami: emangnya lo nggak?
Saya: iya sih, tapi semuanya udah gue delete sebelum pindah kesini buat married. huhhh. Salah langkah gue
Suami: haha. salahlo sendiri.

Sialan, bikin gondok aja! Tau bakalan gini, sekalian bikin video terus disimpen di usb, biar seolah nggak sengaja, suami bakalan jadi kepiting rebus! kalo perlu sebar di internet. Weitts, emangnya saya Mas Putarporn!

Suami melenggang pergi ke dapur dan sekembalinya...

Suami: kayaknya si Ted (salah satu tokoh yang lain di seri itu) bakalan pacaran sama Stella ya?
Saya: iya. tapi nanti pas upacara kawinan, Stellanya nggak datang. Ted nunggu lama sendirian di gereja. Sempet patah hati banget tuh dia.
Suami: lho kok tau?
Saya: udah nonton sesion 4 nya, di pesawat ke jakarta dulu
Suami: thanks ya dikasih tau. c'est sympa! (sambil bibirnya maju, mecucu. ekspresi khasnya bila terjadi pelanggaran hak asasi manusia)
Saya: De rian. sama sama

Contoh adanya kesetaraan. Kami selalu berusaha supaya skornya sama sama satu-satu!

Friday, July 16, 2010

knocked phrase

Ketika membaca buku, kamu bisa sesekali menemukan kalimat-kalimat yang bersosok penyelundup di ruang rahasia kamu. Dia masuk diam diam, tetapi begitu kamu memergokinya, dia hanya tersenyum dengan mimik yang bebas prasangka. Kamu langsung menyukainya karena ia memberikanmu rasa 'di mengerti'.
Kamu merasa tidak sendiri lagi.

Dia lah sang Quote

Knocked phrase biasanya dapat dilihat dalam kalimat yang memang dikutip sebagai quote tetapi tidak jarang ditemukan secara tidak sengaja dan tersebar. Seseorang bisa menganggap satu kalimat dan mengenangnya sepanjang masa, sedangkan buat orang lain merupakan satu kalimat nol besar. Salah satu faktor yang paling berperan sepertinya adalah latar belakang sang pembaca, misalnya seorang teman lebih tertarik pada kalimat kalimat sentilan yang berhubungan dengan makanan. (entah apa ikatan rohnya dengan urusan isi perut ini). Satu teman lagi tertarik pada yang berkaitan dengan penampilan. Saya lebih sering tertarik dengan hal yang berkaitan dengan perenungan hidup, keluarga yang retak, persahabatan atau justru yang nggak penting penting.

Saat menulis cerita, kadang kita terpancing untuk menemukan Sang Quote ini, sebagai kunci masuk ke benak pembaca. Namun, bila pun tidak berhasil juga, tidak usah cemas karena pembaca akan menemukan sendiri 'jodohnya'.

Wednesday, July 14, 2010

Membangun Detail Cerita

Sebuah cerita yang tertuang dalam tulisan ataupun tergambar dalam film, kesuksesannya sering kali dibangun dari karakter para tokoh didalamnya. seperti halnya buku yang sedang saya baca, Selimut debu, si tokoh sekaligus penulis begitu unik karena menyenangi tempat yang berbahaya macam afganistan. Trilogi Millenium, tokoh LIsbeth Salander termasuk yang paling top, jagoan tetapi punya gangguan psikologis sama seperti tokoh Dexter. Keterkaitan antar tokoh sangat bisa menjadi kekuatan cerita seperti dalam Friends. Dan kebanyakan dari cerita yang dashyat, keterkaitan ini terjalin memilin dalam detail detail karakter para tokoh.

Saya bermimpi bisa membuat cerita dengan kerumitan seperti itu.

Untuk mencapai keinginan itu, saya mulai mencari cari cara. satu yang pasti, membaca banyak buku dan berhenti disaat menemui detail detail cara penulisan yang menarik. tetapi cara ini ternyata bukan pelajaran utama. pembelajaran yang lebih manjur disajikan oleh kehidupan sehari hari yang sering terlewatkan begitu saja.

pertama, dalam karakter orang. suatu kali saya sedang makan. waktu itu saya membuat capcay, yang saya amini sebagai saat makan yang nantinya bakal lezat. bagaimanapun hidup dinegeri orang, saya jadi terbiasa mengelembungkan suatu makanan, seperti sarden kalengan di bungkus tepung dan digoreng, saya hidupkan sebagai ikan cuek. di tengah makan yang enak, telp saya berbunyi. seorang teman yang baik hati dengan kecenderungan ingin selalu menolong orang lain menelpon. ia menanyakan makanan yang ingin dibelikan untuk diantarkan beberapa hari lagi.
"hallo, gue lagi di kantin kbri, mau titip apa? disini ada pempek, nasi kuning komplit dll"
"eh kita bakalan ketemu seminggu lagi, nggak deh say, thanks, pasti itu semua udah kebasian"
nggak cuma sampai disitu, hpnya berganti tangan
"hai bu. dah lama nggak kelihatan. makanan banyak nih. ada asinan juga lho"
"nggak deh mbak. pasti nggak tahan seminggu"
(anjrit! itu semua makanan enak. yang nggak mampu dibikin sendiri. apalagi asinan mbak itu) langsung saya terbayang bayang
akhirnya saya menatap capcay di depan saya dan menghabiskan sisanya dengan semangat yang sudah dikempeskan ke titik nol.

bayangkan bila ada tokoh seperti ini. secara konsisten hidupnya diabadikan untuk orang lain tetapi tanpa dia pernah tahu dia justru merusak satu mimpi seorg temannya.entah setiap kali situasinya tidak tepat atau bagaimana... orang yang dibantunya, krn situasi yang tidak memungkinkan dan menghargai niat baik si tokoh, tidak bisa menyampaikan gangguan ini. sehingga lama kelamaan semua temannya pergi tanpa sebab yang diketahuinya. ketidak tahuan ini, kemudian membangun berbagai kericuhan cerita.

dari pergaulan saya, tidak kurang dari 10 orang yang pernah saya kenal memiliki kepribadian super unik. pengacara yang paling suka cuci piring dan melayani temannya, padahal kepada para pelayan dia super galak. jenius yang gagal jadi sarjana. psikopat yang tidak bisa menghargai pertolongan orang lain, namun dibanyak waktu dia sangat lucu. pengawai negeri yang super funky. lesbian lanang yang menye menye. seorang religius yang suka menghadiri acara keagamaan kepercayaan lain. seorang yang suka mabuk dan one night stand meskipun bila dalam keadaan normal dia adalah wanita yang super pemalu. Semua bahan bertebaran.

Berita tentang kehidupan pun tak kalah bisa menjadi bahan, persis seperti dalam buku buku yang berasal dari imaginasi sekalipun. misalnya di prancis, ada seorang ibu yang terjun dari tebing setinggi 74 m dengan anaknya yang berumur 1,5 thn. si ibu meninggal seketika tetapi anaknya selamat. bisa dibayangkan apa jadinya anak ini dalam perkembangannya, mengingat kejadian tragis yang menyangkut ibunya. bisa jadi dia normal saja tetapi untuk suatu hal dia sangat tertutup ataulainnya, bisa jadi cikal bakal seorang yang memiliki gangguan psikologis. atau suatu berita dimana seorang suami menabrak mati istrinya yang sedang melintas di depan pintu rumah mereka, saat suami hendak parkir mundur secara cepat, atau saudara saya sendiri yang meninggal saat mengejar anaknya melintasi lintasan kereta api di suatu stasiun kereta. mereka meninggal seketika dengan tubuh tak berbentuk karena sempat terseret beberapa ratus meter. bukan hanya melayangnya nyawa tetapi juga pembunuhan perasaan. seorang teman saya yang ternyata hanya mencari 'paspor' agar bisa meninggalkan indonesia yang dibencinya. dia menikah dengan orang yang sungguh-sungguh mencintainya dan berjuang agar mereka bisa hidup bersama di luar negeri. tetapi ia hanya menikahinya satu tahun setelah bertemu dengan orang lain di negeri tempat ia di sekolahkan dengan uang si suaminya. satu cerita nyata lagi, satu teman menceritakan bahwa temannya yang saya kenal sebenarnya pernah menyeleweng sehingga anak yang dibanggakan suaminya sebetulnya adalah anak hasil penyelewengan. aib ini disimpannya sampai sekarang, 3 tahun kemudian. Lihatlah! Kehidupan sendiri sudah penuh dengan kisah tragis.

Belum lagi detail yang bila dicermati bisa dipakai untuk menciptakan sebuah klimaks atau rantai dari suatu cerita agar jalin menjalin. katakanlah peristiwa yang sangat detail. suatu kali saya dan suami mengunjungi suatu festifal dekat rumah mertua. seperti kebiasaan kami tidak membawa uang cash untuk urusan jalan jalan cari angin, apalagi kartu kredit dan dompet. namun setiba disana, hawa panas yang menyengat membuat kami sedemikian tertarik dengan crepe yang dibungkus ice cream, dijual dengan harga promosi pula. hanya 1,5 euros. kami langsung putus asa. kemudian saya merogoh uang kecil yang sering saya lemparkan ke dalam babystroller anak kami. yang biasanya kebiasaan ini sangat dibenci oleh suami saya yang rapi. tetapi saat itu, suami saya tidak mengerutu dan justru ikut bersemangat menrogoh juga. see, situasi bisa membuat karakter orang berubah sementara. lalu kami dengan bersemangat mengumpulkan cent demi cent. dan ternyata masih kurang 10 cent saja! kelakuan kami sempat ditertawai oleh segerombolan remaja yang tanpa sengaja mengobservasi hal ini.
kemudian dilain waktu, radar saya semakin keras. bayangkan keisengan yang bisa kita timbulkan... saat hari panas, ada seorang anak mengulum ice cream, tiba tiba seseorang dengan pura pura tidak sengaja, mendorong anak itu hingga ice creamnya jatuh. atau saat hujan tiba, payung yang kita bawa seharian tiba tiba rusak dan patah satu ruasnya, sementara kita dalam perjalanan interview kerja. atau baju ukuran anak yang sering dipakai seorang teman berbadan kecil, ternyata baju yang sama dipakai satu anak berumur 7 tahun, dalam perjalanan kereta yang memakan waktu 3 jam. tak terbilang banyaknya detail yang berpotensi dikembangkan... hanya...

semoga saya mampu menyerap dan merangkaikannya...

Friday, June 25, 2010

Tanda Penuaan

Tanda penuaan seperti uban, loyo dan segala gejala fisik, sih pengetahuan umum. Jadi jarang keluyuran, mungkin efek dari kehidupan yg mulai butuh monotonitas. Nah, efek dari semua itu, yang menjadi salah satu tanda penuaan yang baru saya temukan dua bulan lalu adalah: lupa terhadap hal yang amat sangat digandrungi sewaktu muda.

Penemuan terjadi pada pukul 23.30 malam. Saya dan suami sedang di duduk duduk di salah satu bar tempat kami nongkrong dulu di Jakarta. Secara fisik, kami memang paling terlihat tua, tapi itu signal yang biasa kami abaikan. Kami terbiasa merasa berumur 10 thn lebih muda. Kemudian, setelah saya pesan sesuatu, muncullah masalah yang membuat kami tidak bisa lagi berkelit tentang umur real kami. Saking beratnya masalah ini, sampai-sampai saya harus menelpon sohib saya yang insomnia untuk mendapat jawabnnya.

'Bal. Gue telp jam segini karena ada satu hal yang mau gue tanyain.'
'Hai say. Apa tuh?' jawab dia ceria. Menunggu kejutan
'Ini Tequila gimana urutannya ya: Garam, teguk, jeruk atau Jeruk, teguk, garam?'
'Hahaha. Udah jarang dugem ya bo!'
'Ho'oh udah tua ternyata'
'Jadi. Garam, teguk, jeruk. Iya kan Nyet!,' Ternyata dia juga nanya pacarnya. haha.

Umur oh Umur

Thursday, June 24, 2010

Let's Bicara In Bahasa Indonesia!

Akhirnya, sampai langkah kaki saya di Jakarta- kota kelahiran dan tempat saya dibesarkan. Saya sudah rindu teman teman, keluarga dan makanan serta segala detail detail khas nya.

Memasuki apartemen yang saya sewa 1,5 bulan, koper terseret, anak saya tarik jalan menuju lift. Dibelakang terdengar suara satu keluarga bercakap cakap
« Mommy, i want to go to swimming pool!!! » suara teriakan anak laki kecil
« Yes, i'm agreee with him! Let's go there! » suara timbalan anak perempuan yang lebih besar
« OK. But NOT NOW! » suara laki laki dewasa
« Yes, LISTEN TO YOUR DADDY. We are going to have lunch first at home§ » suara perempuan!
Aih, refleks saya berpikir. Mungkin itu keluarga expatriate yang saya tahu banyak bertempat tinggal di apartemen ini.. Meski, sejujurnya saya lebih rindu bahasa Indonesia yang lebih mendukung perasaan saya yang sedang pulang kampung, 2 tahun sekali.

Leher saya pun menengok ke belakang. Astaga keluarga itu tipikal berwajah Indonesia. Sama dengan saya. Indonesia totok!

Apa jangan jangan selama 2 tahun ini, tanpa saya ketahui, Indonesia sudah di jajah Ingris atau Amerika atau Australia? Kok orang Indonesia dalam keluarganya saja berbahasa Ingris...

Oh no! Saya mau mudik. Saya tidak rela negeri saya di jajah! Bisakah saya mendapatkan negeri saya sendiri, dan bukan negeri jajahan atau bukan pula liburan ke Ingris.....

Well, pikiran saya itu berlebihan ternyata. Mereka hanya dari keluarga yang anaknya disekolahkan di sekolah Internasional yang berbahasa Ingris dan mengharuskan dalam keluarga berbahasa Ingris juga, untuk mendukung kelancaran berbahasa anak anak mereka. Banyak keluarga yg menerapkan sistem ini. Fiuh.

Namun perasaan tenang belum juga datang, saya malah sibuk membayangkan segelintir generasi Indonesia yang tengah terbentuk.

Sebuah generasi dimana bahasa ibu mereka adalah bahasa Ingris. Bahasa ke dua adalah bahasa Indonesia yang dipelajari dari interaksi mereka dengan orang di lingkungan sekitar dan yang paling sering adalah dengan para pembantu dan babysitter mereka. Dari informasi salah satu teman yang melakukan hal ini, anak anak mereka 'pandai' membedakan teman bercakapnya. Dengan mereka yang memakai uniform/seragam langsung berbahasa Ingris. Aih. Bila di negara rantau tempat saya tinggal, orang membedakan bahasa mereka berdasarkan ras dan negara asal, tapi di kalangan generasi ini, pembedaan dilakukan berdasarkan penampilan atau mungkin kelas sosial... buat saya sih menyeramkan.. generasi ini tanpa sadar melakukan pembedaan orang lain berdasarkan atribut sosial mereka. Belajar diskriminasi dan bahasa Indonesia seolah bukan lagi menjadi bahasa ibu mereka, yang dipelajari dari ibu mereka. Dan seolah bahasa Indonesia bukan lagi suatu kebanggaan...

Mungkin juga bukan kiamat bagi bahasa Indonesia. Apakah kemudian arahnya akan seperti Singapora atau Malaysia, dimana semua orang berbicara bercampur antara Melay dan Ingris? Kedua bahasa sama kuat. Benarkah akan begitu? Sebelumnya, mari kita lihat perbedaan kita dengan kedua negara tersebut. Keunikan Indonesia adalah penduduknya sangat bangga dengan segala yang berbau luar negeri. Parfum gue dari Paris. Kalau cari sepatu yang bikinan Italy yang keren. Bahkan untuk barang yang jelas jelas tiruan saja, orang masih bisa memilih 'yang ini bagus nih, bikinan Hongkong!'. Sangat jauh dari sikap orang Jepang, yang pernah saya temui di sini 'Kalau produk Jepang, baru deh tenang, percaya sama kualitasnya soalnya'. Juga seorang teman dari Jerman. Dan sepertinya, orang Singapura dan Malaysia tidak punya masalah dengan penerimaan terhadap identitas mereka. Jadi, Berdasar anggapan menginternasional generasi baru ini, beresiko bahasa Indonesia menjadi bukan pilihan utama. Tidak sadarkah bahwa anggapan ini perlahan akan semakin menjauhkan kebanggaan atas bangsa sendiri... Jangan sampai nasib bahasa Indonesia seperti Produk Indonesia yang dahulu harus dilakukan promosi pada penduduknya sendiri: Cintailah Produk Indonesia --- Cintailah bahasa Indonesia.

Sepertinya imaginasi ini diperkuat oleh kontak kami selanjutnya dengan para penghuni saat jajan bubur ayam di pagi hari. Seorang pria trendy dalam baju olah raga menegur anak saya yang saat itu kulitnya cukup terang dan mungkin setengah mukanya mencerminkan kalau ayahnya orang kulit putih.
« Hello, what is your name? »
« Sorry, dia nggak ngerti bahasa Ingris » jelas saya
« Apa! Nggak ngomong bahasa Ingris? Terus pake bahasa apa dong? » tanyanya dengan muka heran.
« Indonesia »
« cuma bahasa Indonesia? »tanya lagi dengan alis yang menyengit heran seperti nggak rela kalo anak saya cuma bisa bahasa Indonesia
« sama Prancis » kata saya akhirnya
dan akhirnya tampangnya berubah lega. Peristiwa ini sering kali terjadi.

Seharusnya saya murni berpikir kalau anak saya saat itu keliatan bule banget, jadi nggak logis kalo cuman bisa satu bahasa saja, tetapi kenapa kok rasanya cemas saja. Soalnya begini... Saya itu biar tinggal di luar negeri tetap berusaha bicara Indonesia sama anak saya. Selain memanfaatkan kapasitas anak untuk menyerap bahasa yang beragam (yg juga mungkin alasan orang tua itu berbicara bahasa Ingris pada anak mereka), saya mau anak saya memiliki ketertarikan terhadap Indonesia yang dimulai dengan mengenal bahasanya. Juga supaya dia besar nanti dia akan bisa berkomunikasi dengan sesama orang Indonesia bila sedang mudik. Tetapi melihat gerombolan generasi ini, kebayang anak saya akan bertanya « Mama, kapan aku bisa praktek belajar bahasa Indonesia, disini semua orang kok ngomong Ingris? »

Haruskah saya berkata « Mending Kamu ke kampung kampung Nak, atau ke daerah. Di tempat yang nggak banyak sekolah Internasionalnya. Atau coba mulai belajar membedakan penampilan orang Indonesia yang Kamu ajak ngomong »

Guys, Let's Bicara in Bahasa Indonesia!

notes: setelah sempat terpikir betapa sinisnya tulisan diatas, adanya pembahasan tentang kecenderungan org indonesia berbicara ingris di Jakarta post, cukup membuat saya tidak sendiri.link:
http://www.nytimes.com/2010/07/26/world/asia/26indo.html?_r=1

Sunday, June 13, 2010

Tragedi Buah Apel

Anda sebaiknya menghindari siapapun yang berusaha menjual buah-buah atau apapun yang anda tahu tidak butuhkan pada kondisi: baru pindah ke tempat yang sama sekali berbeda dari tempat sebelumnya, sedang tidak ada kontak dengan teman dan sudah beberapa minggu tidak jajan. Kisah saya ini terjadi di musim gugur 2009. Disaat kondisi itu secara singkat bernama sepi dan bosan.

Dalam keadaan yang nelangsa itulah, Bel di rumah berbunyi. Hampir setengah tahun saya pindah di rumah yang lingkungannya betul betul berbeda dari kota besar dimana saya terbiasa menghirup hiruk pikuk dan polusinya
'Ting Tong'
'Oui'
'Bonjour, Madame. Apa Anda punya waktu sebentar?' Tentu saja. Tidak hanya sebentar yang saya punya.
'Saya Menjual buah-buahan. Bisa Anda keluar dan menengok sebentar?' Pasti ini yang dibicarakan mertua saya tempo hari. banyak orang mencoba berjualan door to door. lebih baik dihindari karena sangat provokatif.
Seharusnya saya berkata 'Tidak. Terimakasih' Silakan berlalu Tapi saya justru mengatakan 'Oui. Saya ambil anak saya dulu' ah, pasti saya sudah sedemikian kebosanan dirumah saja.
Kemudian, saya menemuinya dan menuju ke kontainer penuh dengan berkarton-karton apel dan jeruk.
'Kami menjual produk fresh dengan rasa yang lezat. Berbeda dari supermarket. Jenis mereka adalah bla bla' Promosinya dimulai. Silakan cuap cuap, sebentar lagi saya akan bilang goodbye. Tapi kenapa ya suaranya seperti ocehan teman saya di warung kopi. Lumayan menghibur.
'Jeruk ini berbeda karena jusnya bla bla. Sedangkan apel merupakan bla bla' Kami bukan pengkonsumsi kedua jenis buah ini. Jeruk hanya buat jus di waktu weekend. Sedangkan apel, kami paling mentok makan 3 buah dalam waktu seminggu.
'Bagaimana Anda tertarik?' Tentu saja tidak. Saya bukan jenis yang gampang digoda!
Dan seharusnya saya berkata 'Tidak' *Sudah waktunya pergi* Tetapi kemudian yang keluar dari mulut saya
'Berapa harganya?'
'Sistem pembelian kami dalam karton. Harganya bla bla bla' Karton? Yang benar saja!
'Tapi kami hanya berdua. anak saya masih kecil. Tidak mungkin mengkonsumsi sebanyak itu' Kali ini perkataan saya matching dengan pikiran saya.
'Kami khusus bisa menjual dalam setengah karton untuk Anda. Bauh ini bisa tahan 5 bulan' Setengah karton. Itukan tetap saja banyak. Lima bulan? Tu parles! Disuruh makan buah busuk!
Seharusnya saya berkata 'Tidak' dan benar benar pergi. Tetapi kemudian saya berkata
'Baiklah' Toh apa salahnya sekali kali beli sesuatu, sudah 2 minggu lebih saya nggak keluar uang. Nggak jajan apa-apa. Lagi pula itu ongkos mau ngobrol sama saya sekarang ini.

Kemudian, dua orang itu sibuk melayani saya. Satu mengeluarkan bon, satu mengangkut apel.
'Ini bonnya ya. 17 kg jadi ... euros' Astaga! Saya jadi beli buah buah ini. MAN, GUE BELI APEL 17 KG!
'ok. Yang 10 euros saya bayar cash, sisanya pakai kartu kredit' begitu yang keluar dari mulut saya dengan mimik yang tenang.
Ketika kedua orang itu pergi, panik melanda saya. Menjalar cepat bagai virus flu yang merebak di musim pancaroba. Segera saya angkat karton itu. Saya berniat menyembunyikannya di gudang belakang sehingga suami saya ketika datang tidak langsung melihat benda yang tidak pada tempatnya itu. Bagaimanapun saya nggak kuat membayangkan komentarnya 'Apa itu? Apel 17 kg? buat apa? Are you Crazy!' Yes, I'm Crazy! Don't you know that before you married me?!' Skenario itu berkelebat di kepala saya.

DAN seperti dalam film film yang banyak unsur kebetulan.
*CLEK* bunyi pintu dibuka
Suami saya masuk ketika peti apel itu ada di tangan saya, persis di tengah ruang keluarga! Mengantipasi sebelum terjadi apa apa, saya berkata
'I made mistake. Saya membeli sesuatu secara impulsif. Tapi nanti saya ganti dengan uang saya sendiri'
'What happen? Kamu beli sesuatu ratusan euros?'
'Tidak. Saya beli ini. Rasanya enak dan tahan berbulan bulan' Kata saya sambil menunjukkan bon yang untungnya harganya sudah berkurang. Andaikata dia lihat harga totalnya, pasti suami saya bakalan tetap ngomel.

Berbulan-bulan kemudian, saya tetap tidak berhasil menemukan cara menghabiskan apel itu. MAANNNNNNNNNNNNNNNN !!!

Tuesday, June 1, 2010

Buku Perdana

--- Hidup seorang perempuan menjadi lengkap bila sudah memenuhi 3 hal: Mempunyai anak, Menerbitkan buku dan Menanam pohon --- pepatah spanyol


Bila menanam tomat sudah dihitung menanam pohon, berarti lengkap hidup saya. Pasalnya, soal membuat buku itu, tinggal menunggu penerbitannya. Bila semua lancar. Meski sejujurnya, gelar penulis adalah salah satu profesi di dunia yang tidak penah saya bayangkan akan saya miliki. Terjadi begitu saja. Mengalir bagai air.

Kisah berawal lebih dari setahun lalu saat seorang teman curhat untuk kepingin jadi penulis karena punya banyak kisah tapi tak tahu dari mana, dan juga dia bilang kurang pintar bikin dialog. Iseng didorong perasaan yang mulai bosan hanya jadi ibu rumah tangga, saya justru mengajukan diri membantu dia. Ketik ketak ketuk. Jadilah 15 halaman pertama. Kemudian kisah dilanjutkan dia, diulik saya. Penciptaan tokoh, merangkai garis besar cerita, memelototi detail, mengubah nasib tokoh. Ternyata saya suka menulis panjang begini, bisa menghasilkan perasaan semu seolah olah menjadi tuhan, yang mengkreasi kehidupan.

Naskah terbentuk. Atas rekomendasi seorang teman, kami mengajukan pada seorang editor penerbit besar. Seperti sms suami saya, JK Rowling tidak berhasil menggolkan naskahnya di 10 penerbit yang ia kirim, naskah kamipun di tolak. Kami sempat bete, tapi sedikit. Saya langsung pasrah. Jujur saja, nggak pernah menerbitkan buku bukan hal yang membuat hidup saya nelangsa. Lah saya ini dalam sejarah punya nilai jeblok dalam pelajaran karang mengarang. Sekilas kenangan:
-waktu SD, nilai saya paling tinggi di Matematika. Bila pelajaran mengarang tiba, saya menghitung banyaknya kata supaya lewat batas minimum karangan di terima
-SMP, SMA jurusan fisika.
-Kuliah di Psikologi, tahun pertama di bulan kedua, saya membuat list berbagai kata sambung, kata hubung dan kata kata lain yang seharusnya saya pelajari ketika di sekolah dasar. kemudian setiap kali bikin tugas kuliah yang essai, saya lihat list itu untuk membuat tulisan lebih panjang dan nggak monoton.
Lepas dari tahun pertama di Psikologi, saya mulai lancar menulis. Imajinasi saya yang dicap kartun dan 'berlebihan' saya manfaatkan untuk melamar sebagai Question Creator di Quiq Family 100. Setelah 2 tahun, saya mundur. Duitnya kedikitan haha. Terus, pengalaman nulis yang lain muncul saat satu acara TV (Gurau Sedap TPI) di thn 2005 kekurangan pembuat naskah. Jadilah dari 'hanya bisa nulis ilmiah' bertambah menjadi 'bisa nulis script Tv' tapi untuk bentuk dialog dan lucu lucuan. Saat itu saya tidak tahu bahwa sempilan bagian kehidupan ini ternyata mempengaruh pada kehidupan saya selanjutnya.

Di Prancis, tahun tahun awal saya sibuk belajar jadi wanita domestik. tahun ke tiga, saya sudah bisa masak untuk menjamu tamu, rumah lolos dari standard kebersihan suami, anak sudah bisa jalan. Saya bosan. jadilah kisah menulis saya lanjut lagi, membantu teman saya tadi. Kami menulis tentang kehidupan ekspatriat di Abu dhabi melalui seorang tokoh yang bernama Chloe. Untuk itu saya jadi harus baca buku, browsing di google image dan berbagai projek menambah pengetahuan tentang isinya. Saya merasa cukup senang, ketika bisa ikut mengambarkan suatu tempat yang belum pernah saya injak. Juga setelah draft jadi, berdua teman saya, ternyata bisa membuat sebuah cerita panjang dengan detail yang awalnya hanya dibuat seperti flowcart. Akhirnya, kontribusi saya yang semula diperkirakan hanya bantu bantu, tidak kurang dari 50%. Joint partner.

Meski kalau kemudian buku ini terbit dengan ditempeli embel embel Base on true story, dgn profil penulis, yang terlihat bukan saya yang pernah tinggal disana. Tidak apa, saya sudah punya pengalaman menulis buku. Paling tidak hidup saya sudah lengkap, sesuai ucapan Carolina, teman spanyol saya. Kita lihat apakah karir dadakan saya ini akan berlanjut atau tidak... we will see... ;-)

Tuesday, January 5, 2010

Draft Tahun Baru

Selain kegembiraan mau mudik, tahun ini sepertinya akan menjadi tahun yang lumayan serius buat saya. Lebih tepatnya, saya harus menyeriuskan diri mengejar target: sim, persiapan sekolah lagi, mempersiapkan sekolah matheo (yg masih saja belum copot pampers), menjadi penulis. weikk, menjadi penulis? Yg terakhir ini seperti satu gelar yang dianugerahkan oleh peri biru karena dari awal saya nggak berani bermimpi punya buku dengan nama saya tercantum di cover depan. Pada dasarnya memang saya senang nulis, terutama untuk merecord pengalaman dan melepaskan ide yang kadang muncul.

Selamat Tahun Baru!
*saya nggak mau ah pake Happy new Year atau Bonne Année. Jelas jelas nggak semua orang mengawali tahun baru dengan berbahagia gitu.