Thursday, October 6, 2011

Teman Imaginer atau Makhluk halus?

Dimanakah hubungan antara ilmu pengetahuan dan kepercayaan supersitius untuk sebuah fenomena yang sama? Saya bukanlah yang kompeten untuk membahas masalah ini secara detail tetapi saya MERASAKAN pengaruh keduanya. Tarik-tarikan, ngotot-ngototan.

Nah, fenomena keterhubungan dua sudut pandang itu, sedang berlaku pada anak saya. Dia memiliki "seseorang". Saat seorang anak kecil digambarkan bisa melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh mata orang dewasa. Dunia pengetahuan menyebutnya sebagai Teman Imaginer, Imaginary friends or Amie Imaginier. Biasanya terjadi pada anak usia infant s/d 5 tahun dan beberapa yg berlanjut sampai remaja (meski semakin bertambah umur, adanya imaginer friend ini kadang dikaitkan dgn adanya masalah sosial). Sosok ini, begitu nyata bagi pembuatnya, bernyawa dan hidup. Diajak bicara, ditegur, disenyumi, diajak main, disuruh genjot sepeda dan bahkan biasanya mereka punya nama. Kebutuhan atas kehadiran mereka didorong oleh alam imaginasi anak yang sedang meluber. Adanya sosok ini bisa menjadi partner bagi anak, di saat kesepian, disaat sedang tidak percaya diri dan pokoknya bisa membantu mereka memahami dunia orang dewasa. Bahkan ada studi dari seorang mahasiswa master di Manchester University yang menyebutkan bahwa adanya teman imaginer ini justru mempercepat pertumbuhan intelegensi anak, dimana anak mengembangkan kosakata yg tidak dipelajarinya dari teman sepermainan. Meskipun ada ahli yang menyatakan bahwa tidak semua anak pintar punya teman imaginer. Pendeknya, TIDAK ADA yang perlu ditakutkan.

Si Teman ini, dipanggil Matheo sebagai POCOYO. Saya langsung membayangkan sosoknya seperti tokoh kartun lucu imut-imut:

Tetapi, sekali lagi, sisi ke-Indonesiaan saya yang sudah mengakar, secara ngotot, membuat saya teringat pandangan seperti "anak kecil biasanya bisa lihat makhluk halus", "Jiwa mereka murni jd yg bisa lihat cuma mereka" dan lainnya. Intinya, sosok imaginer tersebut berubah menjadi makhluk halus or hantu or setan or badut (sebutan salah satu teman saya setiap kl anaknya ngobrol dgn sosok invisible ini). Dan masalahnya, bagi org dewasa, makhluk halus adalah sosok yg menyeramkan. Saya nggak pernah percaya keberadaannya 100% persen, tp kalau nggak percaya total pun, kita harus pura-pura percaya, kalau tidak mau dikasih 'penampakan'. Jadilah si sosok imut POCOYO BERUBAH MENJADI..


POCONG ! HIIII !

Maka setiap kali Matheo berbicara secara misterius ke arah ruang kosong, tp matanya fokus ke suatu titik. Segala pengetahuan dan kepercayaan primitif saya bergejolak hebat. Sampai suatu h ari (yg untungnya periode Matheo ini cuma 3 mingguan), Kami pulang dari perpustakaan anak, lalu di depan pintu rumah Matheo berkata.

"Mama, ini ada Pocoyo mau main. Bonjour Pocoyo! Kamu mau main ke rumah kan?"
"Halo Pocoyo" Mamanya, sambil jiper tapi berakting sok santai, ikut menegur ke arah kosong yg sama
"Mama, Pocoyo boleh ya ikut kita"
.... Mama .... Perang... Batin... - Ayo kita dorong perkembangan kognitif anak - - Lo mau biarin masuk tuh Pocong? - - Itu bukan pocong, tp teman imaginer - - Iya, Pocong yang namanya Pocoyo - -Pocong nggak ada di Prancis - -Mungkin dia lagi travelling - dsb dsb

.... akhirnya ...

Mama: "Pocoyo, tadi mama kamu bilang kalau kamu musti pulang karena sudah waktunya gouter/ngemil. Ayo sana ya pulang. Lain kali saja"
Matheo : "D'accord. Ya sudah. sana kamu pulang Pocoyo"

Sejak itu, si Pocoyo nggak nongol lagi. Mamanya lega dehhhhhhhhhhhhhhh ! urusan pengembangan anak, kita cari cara lain saja :-D