Tuesday, August 17, 2010

Gang Menpul, Pembentukan

Suara cempreng seorang pembaca berita infotainment berkumandang keras memenuhi ruangan tengah sebuah rumah. Background televisi ini lah yang menjadi pengalihan perhatian Wuni sesekali dari cecaran sang bapak.

Tidak seperti biasanya, kali ini si bapak banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Tentang kemungkinannya bersatu kembali dengan mantan tunangan, tentang calon suami yang seharusnya sudah dimilikinya di usia 29 itu, tentang segala kegiatannya. Menurut sang ayah, Wuni terlalu bersikap sulit dan keras terhadap seorang mantan tunangan yang sudah dikencaninya lebih dari 4 tahun. Sang mantan terkesan sedang banyak mendekati keluarganya untuk bisa kembali kepada hatinya yang sudah tertutup rapat.

"Kamu itu nggak keingat sama umurmu ya? kok ini malah selalu teman sama banyak orang. Lebih baik punya teman satu saja, tetapi serius. Mana pergi terus ke luar rumah"
Dan berbagai wejangan yang sangat tidak cocok oleh semangat kebebasan Wuni.

"Aku tuh kan kerjanya lepasan, makanya butuh punya banyak channel. Okelah lain kali, teman aja yang aku kumpulin ke sini"
Jemu Wuni berusaha beranjak pergi.

Tiba tiba telp berdering. Menyelamatkan.

"Mbak buat Mbak nih. Dari Yogya" Kata pembantunya memanggil.

Bapaknya hanya bisa geleng geleng. Dia sudah hapal tabiat anak sulungnya ini. Keras kepala. Meski dalam hal kemandirian tidak ada keraguan sedikitpun. Sebagai orang tua, dia hanya cemas anaknya lupa hal yang seharusnya dipikirkan seorang perempuan seusianya: mengejar jodoh. Akhirnya dia hanya mangut-mangut pura-pura nonton berita dari si cempreng Cut Joget.

Obrolan telepon pun terjadi.
« tgl 30 minggu depan lo ada di rumah nggak? Ada acara nggak ? » Tanya Susan.
« Hmm, kayaknya nggak ada apa apa deh. Kenapa say? Lo mau datang? »
« Iya. Hmm.. sebetulnya gue udah ngundang 20 orang anggota milist Dew. Sebagian besar udah ok. Nah, secara gue tinggal di Yogya sementara para anggota milist yang lain kebanyakan di Jakarta, jadi gue memberitahu mereka kalau acaranya adalah di rumah elo. Itulah kenapa gue nelpon karena gue baru sadar, kalau tinggal elo yang belum gue undang sekalian gue kasih tau. Btw, rumahlo bisa dipake kan? Hehe. Sorrynya gue kelupaan »

Wuni bengong sebentar. Tepatnya 5 detik.

« eh, iya bisa kok. Rumah kosong. Ntar gue suruh pembantu gue masak deh »
« Ok kalo gitu, sampai ketemu minggu depan. Gue bakalan datang sehari sebelumnya ya, naik kereta pagi. »
« Ok deh. Tapi jangan pagi pagi ye, lo kan tau gue bangunnya jam 8 »
« yah, jam 6 gimana dong? »
« Ya udah lo langsung masuk kamar aja, INGAT! jangan sampe gue bangun, lo langsung ikut tidur »
« ok deh. Cu »

Klik

Wuni membatin 'Dasar orang aneh'. Dia lupa kalau komplainannya ini pernah ditanggapi oleh temannya Pepi sebagai 'Bebek cari Bebek'

"Siapa Nduk?" tanya sang Bapak.
"Susan. Mau datang. bawa teman teman sekalian. ok kan? aku bilang kan tadi kalo mulai sekarang, aku kurangi pergi, dan ajak teman ke sini. ok kan?"
Bapaknya bingung harus menanggapi apa. Sepertinya anaknya salah arah atas pembicaraan mereka sebelumnya.
"Sekarang aku mau selesaiin laporan ya diatas"
Wuni langsung ngibrit menghindar.


**

Hari H, jam 7 malam.

Rumah berwarna warni itu tampak natural. Seadanya, sehawa dengan karakter orang orang yang tinggal di dalamnya. Letak mebel yang jumlahnya tidak seberapa di tempatnya. Makanan di jejerkan tanpa mengubah hiasan seperti tumpukan koran yang ada diatas meja. Karpet lumayan bersih setelah di kebut oleh sapu lidi, karena vacum cleaner sudah lama rusak. Kondisi ruang tengah persis seperti prinsip yang dijunjung tinggi para penghuninya, buktinya tergantung di salah satu poster yang dibingkai serius

'Home Should be Clean Enough to be Healty and Dirty Enough to be Happy'

Ting tong.
« Hallo saya Makapagal, pangilan Mang Jajang » masuklah seorang tamu dengan dandanan banci tampil. Rambut dibikin jemprik jeprik berdiri hasil kreasi gel lumayan kuat untuk melawan tekanan helm motor. T shirtnya bertuliskan 'I'm Cool!' dipadu dengan celana ketat kotak kotak. Tak lupa lehernya dihiasi oleh shall ala Muamar Kadafi. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni baru tahu kalo orang ini adalah salah satu keajaiban dunia pegawai negeri sipil di kantor Pajak.
Ting tong
« Benar ini tempat pestanya Susan? Saya Budiati, pangil saja Dear Lola » masuklah seorang perempuan pake highheel, apik, modis, dan auranya supel. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu cewek ini banyak yang naksir karena daya tariknya yang cerdas di dunia maya. Dua korbannya, masuk kemudian.
Ting tong
« Susan ada? Saya Gunarto. Pangilan Wasir » masuklah seorang pria sederhana tapi formil. Tampangnya agak beda dari yang dua orang tadi, kali ini sirep jawa memancar kuat. Setelah ngobrol selanjutnya, Wuni tahu pria ini isi otaknya hanya bisnis dan bisnis. Niat mulianya adalah memanfaatkan potensi orang orang yang ada disekitar, termasuk teman temannya yang menurutnya sia sia. Dialah satu satu korban yang kepincut dengan Dear Lola. Tapi Dear Lola nggak tertarik dengan Dear Wasir. Dan entah pake sirep apa sehingga sirep jawanya nggak mempan, Dear Wasir tetap senang berteman dengan Dear Lola
Ting tong
« Hmm. Yesus nggak lagi mampir ke sini kan? Nama gue Dimitri. Panggil gue … Kalo masih punya pertanyaan tentang gue, tanya aja orang orang, semua kenal gue kok. Tapi gue belum tentu kenal mereka » cerocos seorang yang tampangnya bisa mengalahkan You-Know-Who nya di cerita Harry Porter. Meski bukan itu yang membuat Wuni terkesima, tapi penutupan kalimat itu dibarengi oleh gerakan tangan yang seperti mau menembak! Beda sama koboi, cowok ini tubuhnya setipis papan gilesan, disempangi tas gantung, baju kemeja bermotif hawai dan celana kombor gaya 60an. Senyumannya yang menyeringai tapi pede balapan lebarnya dengan kacamata yang jaraknya cuman 2 cm dari tatanan rambut berminyaknya. Nggak perlu ngobrol, Wuni tahu kalau ini orang paling aneh abad 20 yang merupakan korban kedua Dear Lola.

Deretan tamu itu membuat Wuni tertarik. Semuanya tampak unik dan bervariasi, hanya satu kesamaan mereka: begitu masuk detik detik pertama tampak kaget. Semula ia menduga ini karena mereka terpesona dengan gaya rambut lintingnya yang mirip rasta. Rumus gaya ini memang selalu sukses. Teringat ketika dia masuk kampusnya tempat dia mengejar gelar master. Semua murid lain meliriknya heran. Wuni merasa keren. Tetapi sayangnya kemudian dia sadar kalau itu pemikiran keliru dan memanggil Susan.

"San!!! Lo yang bukain pintu dong. Orang orang pada bengong nggak kenal muka gue, dikirain nyasar kali mereka!"

Kemudian, berdatangan sisa undangan yang kalau ditotal pas 19 orang. Namun dari semuanya, hanya 3 lagi yang tercatat diingatan Wuni

"Ini kenalin. Andri. Pengacara handal" Kata Susan mengenalkan seorang pria kekar bertampang garang sedang tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih. Yang menarik selanjutnya adalah hobinya cuci piring dan bersih bersih.
"Ini namanya Forti. mahasiswi, tamu paling muda" yang disambut Dimitri dengan gaya menggangkat kacamata sambil berkata "aih, sini duduk deket Om"
"Ini Anahaj. Menado" bisa dikatakan tamu inilah yang paling terlihat kalem diantara yang lain.

Malam itu kemudian berlanjut dengan perebutan ayam bakar yang matangnya satu per satu, sehingga meski baru pertama kali bertemu, mereka tidak segan bertarung secara terbuka. Suasana rumah itu begitu hingar binar, penuh keceriaan. Sama sekali hilang kesan bahwa itu merupakan pertemuan pertama. Semuanya tanpa ragu menunjukkan muka aslinya. Muka nggak tahu malu.

Gerombolan manusia yang menarik, batin Wuni.


**

Hari H, jam 5 pagi.

Loteng rumah berwarna warni tersebut masih dipenuhi oleh 6 orang yang tersisa. Letaknya di lantai tiga yang lebar, terbuka untuk menatap langit. Sebenarnya bila siang hari, gambaran loteng itu tidak lebih sebagai lantai dari gedung yang pembangunannya terhenti akibat krisis ekonomi. Tempat untuk duduk dan tiduran hanyalah sebuah bale bambu yang besar, tanaman yang ada lebih banyak merupakan tanaman liar. Tetapi banyak teman teman Wuni menyukai tempat itu, cocok sebagai pelarian dari kota Jakarta yang sumpek. Terutama dikala malam menjelang pagi, langitnya yang indah menyajikan pemandangan yang keindahannya membuat lukisan terkenal pun tekuk lutut.

Pengunjung yang masih bertahan ternyata justru mereka yang pertama tama datang. Kesamaan status yang sungguh kebetulan: single dan semuanya tinggal di rumah kos sehingga hilang 3 hari pun tidak ada yang mencari. Kumpulan orang orang ini membuktikan kebenaran istilah Bebek Cari Bebek.

8 bebek sibuk berebutan bergaya untuk foto. Momen yang membuat mereka saling menemukan satu persamaan prinsip lain yang lebih mendasar: Brutal, Lugas dan mudah terbuka.

"Eh lo jangan menguasai kamera dong!!!" Protes Lola pada Wasir yang membuatnya hanya terlihat setengah muka saja.
"Bukan ghue lagi, tuh liat si Andry yang badannya segede artis binaraga nutupin gue juga"
"Enak aja lo! Kalo ngomong mikir dong! Gue emang badannya segini. Itu tuh si Jajang yang tangannya nutupin kita semua!" Kata Andry sambil nunjuk Jajang yang sedang bergaya macam Superman terbang.
"Lho kok jadi gue sih? Kenapa begituww? Kenapa begithuww? kalian cuma iri sajah sama gayah sayah" Sahutnya centil nggak mau ngerubah gaya.
"Haha. Ancur ancur banget sih! Cepetan tuh fix gimana, lampu kameranya udah kedap kedip, bentar lagi ngeklik" Teriak Wuni berusaha menenangkan gerombolan yang tambah nggak punya urat malu dan semuanya banci foto.
"Iya nih. Eh, mana si Dimitri?" Celetuk Susan Kalem.

Tersadar satu orang menghilang, para bebek saling lihat lihatan.. Tiba tiba muncul seorang pria ceking,kali ini kemeja hawainya tidak terlihat lagi
"Gue belum terlambat kan?! Pas dong ya Timing gue" Kata sosok Who Know Who yang kali ini penampilannya tambah ajaib. Dia pakai kemeja motif macan
"Macan kan gue... Cocoknya gue disini nih" Katanya ngeluyur tanpa dosa menutupi Jajang yang gaya Supermannya mendadak menjadi basi. Semua hanya bengong.
"Kok pada bengong sih?... Senyum dong! Gue emang sengaja bawa beberapa kostum. Antisipasi! Cheers!"

Klik

Akhirnya di foto itu, sebagian besar adalah muka Dimitri dengan latar belakang orang orang yang gayanya kaku dengan muka bengong. Kontras dengan pemandangan sunrise yang luar biasa indah

Huahahahaha! Serentak ketawa meledak keudara
"Juara gila lo!!!! " Akhirnya Jajang memecah kesunyian. Wuni maju memberi selamat pada Dimtri. Diikuti yang lain

"Wah sepertinya kegiatan serba berguna gini harus dilakukan sering sering nih" Kata Susan senang
"Setuju" Sambutan Wuni dan yang lainnya

Hari itu resmi sebuah Gang berdiri. Kelak mereka menyebut dirinya Gang Menpul atau terkadang Gang Katana. Tergantung dalam konteks apa. Yang pasti Wuni bahagia. Dia merasa menemukan segerombolan yang cocok untuk diangkutnya ke dalam rumah. Entah perasaan bapaknya. Urusan belakangan, batinnya riang.