Wednesday, January 11, 2012

Penulis Bisa Jadi Gila?

Sepertinya bisa!

Pertengahan november lalu, setelah buku pertama Memburu Fatamorgana diterima oleh Asosiasi Pasar Malam untuk diterbitkan kedalam bahasa Prancis, mood nulis saya langsung meroket. Beneran roket. Cepat, berkekuatan penuh dan nggak bisa dibendung. Jadilah draft buku kedua saya, dan yang pertama bakal solo, kembali berputar dikepala saya. Para tokoh-tokoh yang pernah saya ciptakan muncul, pemikiran tentang alur, cara bertutur dan segala yang berhubungan dengan teknis penulisan serabutan minta tempat dikepala saya yang diameternya nggak seberapa ini. Siang. Malam.

Kalau siang, begitu ada waktu kosong setengah jam saja, saya langsung lari ke notebook. Dan bila sedang tidak memungkinkan, pikiran itu menderu-deru. Gelisah sekali. Setiap nulis memberikan perasaan lega. Betul-betul macam orang yang butuh katarsis. Memasuki minggu kedua, diatas kepala saya seperti terbentuk sebuah bola dunia lengkap dengan berbagai tokoh yang cerewetnya minta ampun. Ajeng, Olivier, Quentin, Alain, Celine etc. Diantara percakapan mereka, kadang seperti ada lintasan narasi yang bilang 'eh mending, bagian ini ditaruh disini. oya, karakter si Ajeng kayaknya nggak cocok jadi impulsif. Nah, soal pantai bugil, belum lengkap tuh penjelasannya' dan berbagai hal detail yang nggak ada habisnya. Saya mulai merasakan sindrom trance atau apa deh gitu, dimana saya kehilangan atas kontrol diri sendiri. Alam berpikir saya diambil alih... Celakanya, semua itu merusak konsentrasi keseharian. Kalau diajak ngomong kadang, suara lawan bicara timbul tengelam. Belum lagi pas lagi pegang setir. Bo! saya lagi ambil pelajaran nyetir yang ongkosnya 53€ perjam!

Kalau malam, sering terbangun dipagi hari dan sulit untuk tidur lagi. Langsung deh, si dunia bulat bundar menguasai saya lagi. Sebagai efek, saya merasakan kebenaran dari cerita Paulo Coelho dalam bukunya Zahir. Dia bilang "Buku itu menulis sendiri, penulis tinggal mengetikkan kata-katanya". Begitulah saya didepan notebook. Rasanya saya nggak perlu mikir lagi, justru seperti melepaskan beban pikiran. Kalau dari efektitas, saya cinta kondisi tripping ini. Kebayang saja, waktu-waktu dimana saya ingin ngetik tapi justru bengong didepan keyboard, sampai-sampai harus mencari pembenaran seperti istilah Writer block or something.. jadi nggak heran, hanya dalam 1.5 bulan, draft saya sudah membengkak lebih dari 100 halaman hvs.

Saya bertanya apakah itu bayaran efektitas menulis sehingga penulis seolah tidak menjejak? Apakah rata-rata penulis seperti itu? Gejala yang saya alami ini normal atau tidak? Suami saya pernah bilang bahwa ada penulis yang bisa rutin nulis setiap hari 2.000 kata (iri sekali saya dengan orang itu!). Lalu, saya juga sempat teringat kata seorang penulis yang bilang, jadi penulis itu beresiko tidak memijak pada dunia realitas. Yang ekstrim, mungkin penulis Ingris Virginia Wolf yang selalu mencoba bunuh diri setiap menulis buku. Dulu, saya heran mengetahui fakta ini. Tapi setelah bulan-bulan itu.. hmm, kalau diteruskan sepertinya masuk akal juga.

Dalam kasus saya, pemecahannya mudah saja: benturan realitas. Akhir Desember, saya disadarkan akan target untuk mengikuti suatu ujian masuk suatu sekolah kejuruan yang saya incar. Bulan Maret ini. Setelah memeriksa bahan ujiannya, ya ampun, banyak sekali yang belum dipelajari! Panik yang melanda mengiring saya untuk memilih realitis dulu. Maka seminggu kemudian adalah masa-masa berat, membunuh dunia bundar diatas kepala. Notebook betul-betul saya simpan dilemari (meski sesekali saya nggak tahan buka juga, tapi biasanya berhenti setelah ditegur suami). Saya harus nyetir dulu, ujian dulu.

Saya belum siap jadi gila. Belum sekarang ini...