Monday, January 31, 2011

Apprendre Français

Saat ini merupakan masa dimana saya memiliki tahap yang sama dengan anak saya yang usianya 3.5 tahun: Kami sama-sama sedang belajar bahasa Prancis. Dia memang sedang belajar untuk berkomunikasi, sedangkan saya harus meningkatkan kemampuan bahasa saya ini untuk persiapan ujian masuk tahun depan.

Belajar bahasa itu sendiri bukan merupakan hal yang mudah bagi saya. Setiap orang memiliki masing-masing potensi. Begitulah, saya jenis yang harus bersusah payah dalam menambah kata, memasukkan ke dalam memori, apalagi bahasa Prancis rumitnya minta ampun. Di tengah jerih payah ini, saya mengamati bedanya yang namanya belajar antara orang dewasa (artinya sudah lewat masa remaja, dan bukan dalam konotasi 'bijak') dan anak kecil.

Dari pelaku sendiri, kemampuan memori anak yang dikatakan mampu menyerap 25 kata per-hari, bukan merupakan tandingan orang dewasa. Plus kondisi ini, dipersulit dengan tingkat kognisi orang dewasa yang rumit sehingga sering mempertanyakan ini itu dan logika dari ini itu. Sebetulnya, tahap anak yang masih sederhana, justru sangat membantu mereka menyerap tanpa banyak tanya karena belajar bahasa sebagiannya adalah belajar dogma.

Contoh keribetan bahasa Prancis:
-subjeknya aja ada 6: je, tu, il/elle, vous,on, ils
-setiap subjek, kata kerjanya berubah, sesuai dengan tensesnya (tempsnya). dimana temps nya mereka sekitar 15, maka perubahan kata kerja yang dikenal dengan konjugasi akan sebanyak...
-setiap kata benda ada maskulin dan feminin. hallo, memangnya benda itu semua ada kelaminnya? dinamakah kelaminnya sebuah kursi? lalu, apakah hak kita untuk membuat kursi adalah perempuan dan sofa adalah laki-laki? mereka tidak bisa protes
-terdapat juga embel-embel seperti is,am,are. yang di prancisnya disebut être. tetapi yang bukan êtré, mengunakan avoir. Mengunaan être ini nggak ada logikanya. pernah saya coba dengan mengaitkan dengan tindakan bergerak karena partir (pergi), sortir (keluar) mengunakan êtré tetapi quiter (meninggalkan) ternyata pakai avoir.
-pembagian tensesnya banyak yang pake feeling. seperti past tenses, kalo berulang atau kebiasaan pake imparfait, tapi kalau sekali kali pake symple past. futurnya, beberapa kalimat kita pakai temps mana, sedasarkan besarnya keyakinan bahwa hal itu akan terjadi. ini belajar bahasa atau jadi peramal sih? bahkan, ada tenses yang dipakai hanya untuk tulisan buku.
-kata kerja ada juga yang dipersulit dengan pemenpelan se, seperti se reveille, se leve, karena hal hal tersebut hanya kita yang bisa melakukannya dan bukan orang lain melakukan untuk kita! (tidak mengherankan karena di sini tidak ada pembantu). siksaan ini belum cukup, ada lagi, satu kata kerja yang bikin berantakan struktur normal, dia adalah: manguer (kangen/kehilangan), harus berbunyi tu me mangue, ça me mangue yang kalo di indonesiakan: dia saya rindukan. Objek-Subjek-kata kerja. rese kan!

Deret diatas masih banyak lagi yang tidak saya tahu. Jadi bisa dibayangkan kalau orang dewasa mempelajari bahasa Prancis dengan logika. itu sama dengan menanyakan telur dan ayam duluan mana? cuma buang-buang waktu.

Selain pelakunya, reaksi lingkungan ternyata juga ikut mempengaruhi keberanian berbicara (A) yang berbanding lurus dengan banyak latihan (B), yang berkorelasi positif dengan tingkat keberhasilan (C). A = B = C. *meski orang kulit putih, secara jujur, jauh dari nyela apalagi mentertawakan kalau kita tidak cakap dengan bahasanya*
namun secara garis besar, Rumus ini dengan sukarela (meski belum tentu valid) menjelaskan mengapa anak-anak lebih cepat bicara daripada orang dewasa. Beberapa bahan observasi:

1 ATAS KESALAHAN PENGUCAPAN.

REAKSI THDP ANAK: -langsung dibetulkan dengan manis. kritikpun disampaikan lemah lembut . "salah sayang, bukan begitu. Chaise'
-Ditertawakan tetapi dengan nada jenaka "lucu ya anak-anak. ngomongnya masih salah-salah". sambil dibiarkan, tetapi tetap tanpa kritik.
-Dicubit pipinya, sambil tertawa gemas. dan kemudian digendong-gendong.
kesimpulan: anak tidak mengalami trauma karena terkadang disertai tindakan penuh kasih sayang. plus, kalaupun memang di kritik, anak belum tahu malu.

REAKSI THDP ORANG DEWASA : -pardon. ulangi dong. saya tidak mengerti.
-kamu/anda ngomong apa sih? Cheese? no? Bon. sorry
-Kalo ngomong yang bener!
reaksi ini ditemani kening yang berkerut, seolah pelaku bersalah membuat orang lain harus berpikir keras. dan sering kali, tidak disertai oleh pembenaran sehingga orang dewasa cuma bisa garuk-garuk kepala, tahu dia salah tetapi tidak tahu salahnya dimana.

2 PENGULANGAN
REAKSI TERHADAP ANAK :-dasar anak-anak, kalau suka, diulang-ulang. macam Teletubbies
-aduh, bisa berhenti sebentar tidak... sayang, cintaku
-pergi menyingkir ke dapur atau ruang komputer dengan damai.

REAKSI TERHADAP ORANG DEWASA : -kamu ngapain sih? kok ngomong diulang-ulang begitu?
-Stop! Kuping sakit nih!
-sudah gila ya?

3 PENERAPAN KOSAKATA YANG TIDAK PAS ATAU PENGUNAAN YANG KELIRU.
contoh: kalimat 'tu as raison' (kamu benar). dipakai matheo buat segala suasana.
"mama ini bingkisan apa?"
"baju mama, kemaren baru beli"
"tu as raison"
(ya iyalah, mama yang beli gitu lho. masak ada kemungkinan salah)

atau: kata "peut-être" (mungkin)
"matheo mau apa?"
"kentang. peut-être"
lagi main.
"ini jawabannya apa?"
"yang ini. peut-être"
(padahal dia udah tau banget yang bener yang mana. mainan kesukaannya dia gitu lho!)
bahkan pas nyuruh
"maman. makan ini! peut-être"

jadi terhadapa anak kecil. Reaksi kita adalah : AHH LUCUNYAA!!!!
sementara kalo hal ini saya lakukan terhadap suami. maka dia akan berkata : YA AMPUN! BECANDA YA! SAYA NGGAK NGERTI SELERA HUMOR KAMU!

Now, you know why i'm jeaulous with my son.

2 comments:

Anna Lola said...

jangan putus asa belajar!
Ceumungudhh!
(gaya abg skarang ngomong Semangat dgn gaya imyuuut)

Wuwun said...

Merci say!
ohh sambil ngebayangin gaya ngomongnya abg, ampiunnn! pasti gaya kita, kl dilihat sekarang, udah jadul banget ya na? wkwkwkw