Friday, December 21, 2007

how is the feeling become mom 2

Diani nasition terbegong di depan komputer. tangannya kehilangan kata kata untuk menjawab pertanyaan temennya di saat chatt. "apa karakter yang berubah dari elo setelah jadi ibu?"

hmm what is the answer.. diani berpikir keras. jawaban normatif biasanya adalah jadi lebih sabar dan mampu melupakan keegoan. sukacita mempersembahkan hidupnya buat si kecil yang lucu. tapi diani bukanlah orang normatif, pun bukan orang yang rela berbohong cuman buat pertanyaan iseng tersebut. dosa akibat berbohong mending disimpan buat hal yang lebih mendesak. tapi setelah itu diani berpikir keras, itu bukan pertanyaan mainan buat dia.

sebagian dari jawaban normatif itu benar dia alami. anak buat diani adalah hal besar. dulu waktu dia menjomblo lebih dari 32 thn, dia pernah berpikir kalau sampai batas usia biologisnya nyaris lewat, dia akan mencari orang untuk dinikahi dan langsung akan di genjot untuk punya dua anak. dan dia tidak dapat korban untuk dinikahi, dia akan mencari korban untuk ditiduri dan kemudian seminggu akan dia kurung dikamar sampai berhasil memberikan benih di dalam perutnya. setelah itu, lelaki itu akan dia tendang, dan dia akan mengurus si kecil sendirian. dia ingin membentuk keluarga kecil banget dan kurang harmonis tapi bahagia dengan si kecil saja. impian punya buah hati adalah seperti impian para haji supaya masuk surga.

dan yang diperolah diani sebetulnya lebih manis dari itu. diani sudah berkeluarga dan punya anak. bukan main senangnya. saat dilihat Duska, begitu dikasih nama si kecilnya itu, dia tersenyum dan rasa hangat menjalar seluruh tubuhnya. saat duska tertidur di susunya, dia melayang ke udara, aku punya kekasih hati sejati. begitupun saat duska langsung menghentikan tangis setiap kali duska menempel ketubuhnya dalam gendongan, diani berkata dalam hati dialah superwoman. saat duska tersenyum ketika bangun, diani pun memberikan senyum keibuan yang paling dasyat, paling tidak menurutnya.

tapi apakah itu membuatnya lebih sabar dan melupakan semua kepentingan individualnya.. hmm. lucu sih lucu, tentunya! namanya juga bayi! tapi ingatan diani membentuk bayangan duska yang nangis nggak berhenti berhenti di 3 bulan pertama hidupnya. diani harus terbiasa mendengar tangisan yang lebih mirip lolongan di imajinasi diani saat dia mandi, makan, bahkan saat dia buang air besar. saat saat yang sebenarnya sangat mendasar. sebetulanya diani sudah siap mental buat mempersembahkan hidup buat si kecil, tapi mata hitam akibat kurang tidur plus serangan ambeien yang di dampingi lolongan si kecil, bukan main sakitnya. pun kepingin ke dokter saja, 2 kali gagal karena si bapak yang jaga duska menelpon "Depeche-toi! gimana dong, ni anak nangis nggak berhenti berhenti". ah andai aku ada di indonesia.. begitu keluhan perantau di negeri eropa yang boro boro bayar baby sitter, kalaupun diani kerja paling juga gajinya sama dengan si baby sitter itu. kalo cuman ngandelin lucunya bayi, coba aja hidup sendiri di negeri orang ini, baru deh terasa asiknya 24 jam nggak ada yang bantu. apalagi kalo suami juga bukan orang yang biasa pegang anak kecil. makanya, diani suka sepet pas dapet email dari temennya di jakarta. pas diani iseng tanya: "kamu punya berapa baby sitter dengan anak kembar ?" jawaban dugaan adalah 2 karena bayinya ada 2. tapi replynya : "baby sitter gue ada 3 Ni".

ingatan lari lagi ke waktu waktu diani benar benar tidak ketemu orang dewasa. diani yang dulunya selalu dikelilingi keluarga dan teman teman, kali ini selama ber minggu minggu dan berbulan bulan dia nggak ketemu manusia dewasa yang biasa di ajak ngobrol. sehari hari dia hanya bicara "auahhh, errr, iya sayang, brrr". sampai sampai nggak jarang, diani tersadar kalo dia bicara sendiri terlalu keras, pun pas di jalan raya ketika mendorong kereta bayi supaya duska tidur, disuhu 0°. diani sudah berusaha buat pergi pergi, maunya mandiri seperti orang bule. tapi apa dikata, mental memang mental asia. kena bayi beratnya 4 kilo, diani sudah ogah mengendong lebih dari 30 menit. bukan apa apa, segitu aja tiap malam diani udah pijit pijit pundak sendiri. tengah malam bangun karena punggung sakit nggak karuan. sakit punggung suaminya membatasi dia bantu gendong untuk jangka waktu lama. mau gimana lagi, duska terlanjur bau tangan. tangan ibunya yang bau sambal terasi botolan.

diani pun kehilangan saat saat hedon dengan suami. bioskop, jelas sampe bulan ke 5, nggak bisa. restoran? ya musti dibawa bawa. bayinya mau dititipin dimana.. mertua jauh, kakak ipar anaknya udah 2, temen disini juga sibuk dengan urusan masing masing. jadi biar di restoran juga, makan enak belum tentu enak karena si duska sering caper nggak rela ortunya makan dengan tenang apalagi ngobrol dengan tenang.

kalo udah begini, yang namanya sabar. sebatas sugesti saat didepan duska "sabar Ni sabar, jangan sampe bentak bentak anak sendiri". kalo dalam dasar hati, sabar itu.. ya jauh. justru di saat inilah, diani banyak mengeluh, lebih banyak dari frekuensi mandi yang sehari sekali itu. diani cuma menunggu saat duska sudah bisa main sendiri, cukup mandiri buat dititip kalo kebetulan ada yang tawarin.

jadi untuk sekarang ini diani tau. meski dia cinta sama bayinya, nggak membuat karakternya berubah. pun ternyata mengurus bayi nggak seindah bayangannya. tapi diani akhirnya menemukan jawabannya, cuma satu yang berubah: tadinya mau punya anak 2 sekarang 1 aja cukuplah.. kecuali kalo menang lotre dan bisa bayar baby sitter 3!

3 comments:

Anonymous said...

Wun, kemaren g sama Iqbal ngebahas tentang si Diani ini wkt kita kongkow2 di Pasfes (kebetulan dia lagi masuk kota).
Suka amaze aja dengan keberanian (atau kenekatan) jeung ini kenegri orang dan rela merubah kehidupan pribadinya 180.
Sekarang si Diani nggak bisa kemana-mana bahkan keluar rumah pun tidak. Padahal dulu tiap harinya mana tahan tinggal di rumah utk jangka waktu yang lama. Apalagi kalo sampe Weekend nggak pergi siang pulang malam/subuh, bisa2 mati gaya kali ye.
But once again, akhirnya kita berdua menyimpulkan si Diani ini is a Brave Woman.
Gue aja ntar kalo udah ngelahirin, misalpun bisa nge-hire baby sitter, tapi gue juga yakin, di Indo bakalan banyak tangan yang mau pegang bayi gue.
Tapi tenang aja Wun, gue denger2 dari para ibu2 yang jauh lebih senior dari kita bilang, itu cuman sementara, kalo anak udah gede/mandiri paling nggak kita udah enak. Jadi si Diani ini cepat atau lambat udah bisa bernafas lega.

Thanks yah for sharing about si Diani Nasition ini, bisa jadi patokan gue dalam mengasuh anak gue nanti. Kalo doski disono aja bisa sendirian ngebesarin anaknya, gue berarti harus lebih bisa ye.
hehehehe

Wuwun said...

ah elo mah pasti lebih jago ngebesarin dan ngedidik anakmuw. sekarang aja pengetahuan udah lebih canggih dari si diani atau wunce indang gitu lho hihi

diani pasti ge er tuh dibilang brave woman!

Anonymous said...

Huehehe, pengetahuan kuw kan masih sebatas teori. kalo udah praktek biasanya sih jadinya bubar....